Alasan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mencabut moratorium yang berlaku 14 Juni 2016 adalah memenuhi kebutuhan dokter di sejumlah wilayah di Indonesia. Alasan lain, memenuhi target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030 untuk mencapai masyarakat sehat dan memiliki akses pada layanan kesehatan.
Moratorium dilakukan berdasarkan permintaan organisasi kedokteran setelah menemukan banyak program studi (prodi) kedokteran tidak sesuai standar. Pencabutan moratorium, menurut pemerintah, dilakukan setelah pemerintah membenahi prodi kedokteran yang sudah ada.
Sebagai negara berkembang dengan jumlah penduduk mencapai 255 juta orang, Indonesia menghadapi masalah kebutuhan tenaga kesehatan yang terdiri dari dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis, perawat, bidan, tenaga kefarmasian, dan tenaga kesehatan penunjang.
Hingga 2015, rasio jumlah dokter dan penduduk terlalu jauh: 1 dokter untuk 4.000 orang. Di negara maju, 1 dokter melayani kurang dari 1.000 orang. Selain itu, persebaran tenaga dokter juga tidak merata; dokter juga ingin mengembangkan ilmu dengan mendekati pusat keilmuan yang umumnya ada di Jawa.
Kebutuhan besar akan tenaga dokter, harus diakui, menyebabkan sejumlah perguruan tinggi tertarik membuka prodi kedokteran. Kita mendukung agar setiap penduduk memiliki akses pada layanan kesehatan yang baik.
Namun, kita tidak dapat menutup mata bahwa menyelenggarakan prodi kedokteran membutuhkan penanganan khusus, mengingat layanan kesehatan menyangkut keselamatan jiwa manusia. Pendidikan kedokteran berbiaya mahal serta membutuhkan rumah sakit pendidikan dan tenaga pengajar, yaitu dokter, yang andal pula.
Kita menghargai upaya pemerintah membimbing sejumlah prodi agar akreditasinya naik. Meski demikian, masyarakat mengharapkan standar kompetensi jangan sampai dikorbankan hanya karena mengejar jumlah.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran menyebutkan, pendidikan kedokteran bertujuan menghasilkan dokter yang menguasai ilmu kedokteran, sekaligus berbudi luhur, bermartabat, bermutu, berkompeten, berbudaya menolong, beretika, berdedikasi tinggi, profesional, berorientasi pada keselamatan pasien, bertanggung jawab, bermoral, humanistis, sesuai dengan kebutuhan masyarakat, mampu beradaptasi dengan lingkungan sosial, dan berjiwa sosial tinggi.
Pemerintah dituntut inovatif mengembangkan dan menyebar lembaga pendidikan kedokteran yang memenuhi standar sekaligus memperbanyak jumlah dokter lulusan yang kompeten. Kita tidak ingin masyarakat kehilangan kepercayaan pada dokter-dokter kita karena beberapa kasus salah diagnosis akibat ada dokter yang tidak cakap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar