Jumat (1/9), Pemerintah Irak mengumumkan rencana untuk menyerbu dan merebut kembali Hawija, benteng pertahanan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) di Irak. Akhir Agustus lalu, militer Irak menyatakan berhasil mengusir NIIS dari seluruh negeri, kecuali di Hawija.
Perdana Menteri Haider al-Abadi mengumumkan keberhasilan Irak menguasai kembali Tal Afar dan sekitarnya. Tahun 2014, NIIS menguasai hampir sepertiga wilayah Irak. Sekarang, daerah yang dikuasai NIIS di Irak hanya tinggal dua kawasan kecil.
Namun, sehari setelah rencana penyerbuan, Sabtu (2/9) sebuah bom bunuh diri meledak di Samarra, sekitar 125 kilometer utara Baghdad. Pelaku menyamar dengan memakai seragam aparat keamanan Irak. Serangan itu menyebabkan tujuh pekerja pembangkit tewas.
Di Suriah pun anggota NIIS makin terjepit. Bahkan, Presiden Suriah Bashar al-Assad berani menunaikan shalat Idul Adha di Qara, daerah yang dekat dengan basis NIIS di Suriah. Televisi Pemerintah Suriah menunjukkan, Presiden Assad shalat bersama para pemimpin agama.
Yakin kondisi negaranya aman, pengikut Syiah mengunjungi kompleks pemakaman di kota suci Najaf, Irak, Sabtu, hari libur pertama Idul Adha. Mereka mengunjungi makam keluarga dan orang-orang yang dianggap martir saat mengusir kelompok NIIS dari Irak.
Di sisi lain, ekspor minyak mentah Irak pada Agustus 3,21 juta barrel per hari, sedikit menurun dibandingkan Juli sebanyak 3,23 juta barrel per hari. Yang mencengangkan, hampir semua ekspor minyak itu berasal dari lapangan yang terdapat di utara Irak, termasuk dari wilayah Kurdi.
Jika keamanan Irak terus membaik, kemungkinan ekspor minyak akan terus naik. Wilayah seperti Samarra yang pernah dikuasai NIIS juga penghasil minyak.
Pertanyaannya, apakah NIIS akan segera menyerah atau menggunakan cara lain untuk bertahan? Serangan NIIS yang memakan banyak korban di negara-negara Eropa dan Afrika menunjukkan mereka masih cukup kuat. Apalagi, baik di Irak maupun di Suriah, keterlibatan milisi Syiah yang didukung Iran belum dapat diterima negara tetangga di kawasan seperti Arab Saudi.
Penyelesaian konflik di Suriah sedikit lebih rumit karena masyarakat internasional menolak keterlibatan Presiden Assad dalam transisi politik. Sebaliknya, Assad mendapat dukungan penuh dari Rusia yang memimpin koalisi untuk menyerang target-target utama NIIS di sana.
Masalah konflik di Irak maupun Suriah masih jauh dari selesai. Meski wilayah NIIS terus menyempit, Abu Bakar al-Baghdadi masih bisa mengeluarkan perintah yang siap dilaksanakan anggotanya di seluruh dunia.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 September 2017, di halaman 6 dengan judul "NIIS Belum Segera Berakhir".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar