Tulisan "Dana Desa Sumber Korupsi Baru", seperti yang diungkap Kompas (Kamis, 3/8/2017) menunjukkan bahwa hal ini bukan masalah baru. Korupsi dengan memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat desa—yang berada di luar struktur pemerintahan desa—atas berbagai macam aliran dana ternyata sudah berlangsung lama. Baik terhadap dana yang berasal dari APBN maupun dari APBD kabupaten/kota dan provinsi.
Kalau sekarang timbul masalah penyalahgunaan dana desa yang berasal dari APBN, lalu bagaimana nasib dana- dana dari APBD kabupaten/kota dan provinsi? Dana yang dikucurkan melalui program dan janji-janji muluk demi kesejahteraan rakyat entah mengalir ke mana, menjadi dana siluman. Yang paling berkompeten dan mengetahui kucuran dana tersebut hanya kepala desa yang kepemimpinannya bersifat otoriter, tidak transparan, serta tidak memfungsikan peran bendahara dan LKMD setempat.
Untuk melibatkan warga setempat sebagai pengawas publik rasanya sulit karena mayoritas warga desa adalah para petani yang sibuk mengurus kebun dan sawah, tidak paham akan liku-liku birokrasi. Di sinilah peran Kemendagri dan Kemendesa serta jajarannya untuk perlu lebih aktif dalam pengawasan hingga ke desa-desa.
Apabila proyek sudah selesai, pemerintah desa harus melapor yang dilengkapi dengan foto lokasi terlampir. Laporan ditandatangani oleh kepala desa, bendahara LKMD, tokoh masyarakat, dan LSM. Hal ini penting untuk menghindari laporan fiktif dan adanya manipulasi.
JOSEPH WILLYNO, TAMAN MALAKA BARAT, JAKARTA TIMUR
Pencairan Dana
Tanggal 10 Juli 2017, kami mengajukan penarikan dana sebagian kepada Commonwealth Insurance, tetapi sampai hari ini belum cair juga.
Pada awal komunikasi melalui surel, alasannya pindaian KTP-el kurang jelas. Surel kami balas dengan pindaian ulang KTP-el. Ketika kami tanyakan kepastian tanggal pencairan, dijawab dengan surel terpisah melalui layanan pelanggan yang berbeda bahwa KTP-el kami tak terverifikasi dan membutuhkan surat keterangan dari kelurahan. Maka, kami pun mengirim lagi hasil pindaian KTP-el dan surat bukti perekaman kartu tanda penduduk elektronik. Namun, tetap tak ada kepastian pencairan.
Kami adalah nasabah lama, sejak 2007 menabung di Commonwealth Insurance. Kami hanya ingin menarik dana milik kami di Commonwealth Insurance. Mengapa serumit ini proses penarikannya?
ARVI JATMIKO, JALAN CEMPAKA PUTIH TIMUR, JAKARTA PUSAT 10510
Servis Ponsel
Sabtu, 19 Agustus 2017, saya ke agen layanan servis HP Lenovo di M Care, Ramai Shopping Mall Lantai 2, Jalan Ahmad Yani 73, Yogyakarta, untuk servis HP tipe Vibe P1 double SIM yang mati total.
Resepsionis menjelaskan, servis HP memakan waktu tujuh hari karena jika ada kerusakan harus menunggu pengiriman dari Jakarta. Saya juga diberi tahu jika membatalkan servis kena biaya administrasi Rp 55.000.
Untuk kepentingan konfirmasi pelanggan selama proses servis, resepsionis memberikan nomor telepon (274) 557015.
Senin, 21 Agustus pukul 10.32, saya dua kali menelepon ke nomor (274) 557015 untuk konfirmasi kerusakan dan biaya, tetapi tidak diangkat. Sore harinya (21/8/2017), saya dihubungi resepsionis dan diberi tahu bahwa biaya total servis Rp 475.000 karena baterai harus diganti.
Saya minta servis dibatalkan. Selasa (22/8/2017) pukul 12.52, HP saya ambil dan saya membayar biaya pembatalan.
Rabu (23/8/2017) pagi HP saya bawa keprovider servis lain. Ketika dibuka, keduaslot SIM ternyata kosong. Saya harus bolak- balik menelepon untuk menanyakan kedua kartu SIM itu. Karena tak ada respons, saya akhirnya meminta tolong adik saya yang tinggal lebih dekat ke Yogyakarta untuk mengambilkan.
Di M Care, adik saya meminta resepsionis menelepon saya. Namun, saya hanya ingat satu nomor dan nomor lainnya lupa. Maka, oleh resepsionis, adik saya diberi tiga kartu SIM. Ketika diminta mengecek paketnya, resepsionis menolak.
Adik saya kemudian mampir ke providerlain untuk mengecek, ternyata sudah nol semua. Padahal, saya ingat saya baru mengisi paket sehingga seharusnya pulsa masih banyak.
Kesimpulan saya, M Care tak mengelola servis secara profesional. Sebagai konsumen dan pengguna HP Lenovo, saya merasa sungguh kecewa.
EDY WIDIYATMADI, HM, TUNDAN RT 002 RW 006 SUMBERADI, MLATI, SLEMAN
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 September 2017, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar