Tahun 2017, Hari Kesaktian Pancasila diperingati dalam situasi psikologi kebangsaan yang terkoyak. Kohesivitas anak bangsa sedang menghadapi masalah. Adanya isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan ajakannonton bareng film Penumpasan Pengkhianatan G30S/ PKI serta polemik soal pengadaan senjata menjadi latar belakang peringatan Hari Kesaktian Pancasila.
Ideologi Pancasila yang sejak reformasi 1998 hampir tak pernah dibicarakan secara terbuka, mulai kembali mewarnai diskursus publik sejak 1 Juni 2017. Pancasila kembali menjadi fokus perhatian elite di tengah keterkejutan bangsa akan maraknya ideologi anti-Pancasila, seperti radikalisme dan isu komunisme.
Dalam latar sosial politik kebangsaan itulah kita memandang peringatan Hari Kesaktian Pancasila menemukan momentumnya. Pancasila tetaplah menjadi ideologi yang mempersatukan anak bangsa. Pancasila tetap menjadi tempat bernaungnya segala anak bangsa. Ketetapan MPRS sudah tegas menyebutkan ideologi komunis dan PKI dilarang di Indonesia. Pancasila telah terbukti tangguh menghadapi berbagai pemberontakan di Tanah Air.
Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara sudahlah final.. Pancasila harus mempersatukan, bukan malah membelah masyarakat. Pancasila haruslah merangkul semua anak bangsa yang sejak dari awal memang sudah majemuk. Saatnya kita mengembangkan politik harapan dan bukan malah politik ketakutan yang membawa kita ke masa lalu.
Kini, yang justru menjadi pekerjaan rumah adalah bagaimana nilai Pancasila itu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Keteladanan elite amat dibutuhkan. Pernyataan elite harus tetap bijak dan terukur sehingga bisa memperkukuh kesatuan bangsa, bukan malah sebaliknya.
Segala permasalahan yang ada di elite atau di institusi elite seharusnya bisa diselesaikan dengan semangat tulus untuk menyelesaikannya, bukan memolitisasi. Penyimpangan harus dikoreksi. Kelemahan aturan harus diperbaiki. Duduk bersama untuk mencari solusi dan memberikan penjelasan bersama kepada publik tentang apa yang sedang terjadi adalah jalan keteladanan elite bangsa.
Semangat duduk bersama dan mencari solusi bersama bisa menghindarkan institusi negara diperhadapkan oleh berbagai pihak. Upaya dekonstruksi akan membawa institusi ke arah pelemahan kelembagaan. Kepemimpinan Presiden Joko Widodo sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara dibutuhkan untuk menyelesaikan persoalan antarinstitusi negara di bawah kontrol Presiden.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar