Sejak Jumat sampai Minggu, warga Catalonia aktif menjaga tempat pemungutan suara. Saat referendum, Minggu (1/10), ribuan orang mengantre di sejumlah TPS untuk memberikan suara, bahkan sebelum TPS dibuka. Namun, polisi memblokade sejumlah TPS dan menyita kotak suara. Resistensi warga sipil membuat belasan ribu polisi antihuru-hara yang dikirim Madrid kerepotan. Di beberapa lokasi terjadi bentrokan. Polisi menembakkan peluru karet yang menyebabkan sejumlah warga terluka.
Catalonia, dengan pusatnya di Barcelona, saat ini memiliki otonomi dari Spanyol. Sejak setahun lalu mereka gencar merintis langkah kemerdekaan melalui parlemen. Koalisi Partai Demokratik Eropa Catalan yang dipimpin Carles Puigdemont, tokoh penggerak kemerdekaan, menguasai mayoritas kursi parlemen dan Juni lalu mengumumkan referendum. Namun, Mahkamah Agung Spanyol menetapkan langkah itu melanggar konstitusi.
Apa yang menyebabkan warga Catalonia ingin merdeka dari Spanyol? Sejarah menunjukkan persaingan dan perseteruan antara Catalonia dan Madrid telah berlangsung lama. Catalonia yang berpenduduk 7,5 juta orang memiliki kebudayaan dan bahasa sendiri serta merasa berbeda dari wilayah Spanyol lainnya. Wilayah ini juga merasa telah menyumbang banyak bagi Spanyol, tetapi tidak banyak memperoleh investasi dari pemerintah pusat.
Referendum kemerdekaan Catalonia, sukses atau tidak, telah membuka lembaran baru bagi hubungan Madrid-Barcelona, baik dalam aspek politik maupun keamanan. Pembubaran referendum yang dilakukan Madrid hanya akan menguatkan kebencian warga Catalonia kepada pemerintah pusat meski jajak pendapat terakhir menunjukkan bahwa suara warga yang tak ingin merdeka masih lebih besar daripada yang pro-kemerdekaan. Namun, sikap Madrid yang keras diperkirakan akan semakin menguatkan dukungan pada gerakan pro-kemerdekaan dan meruncingkan krisis politik di Spanyol.
Referendum yang dilakukan Catalonia juga mengirimkan sinyal kuat kepada wilayah lain di Eropa yang ingin memerdekakan diri. Di antaranya gerakan kemerdekaan di Skotlandia yang gencar menuntut kemerdekaan dari Inggris pasca Brexit dan Irlandia Utara yang ingin bergabung ke Republik Irlandia. Di Belgia, wilayah Flanders yang menggunakan bahasa berbeda juga menuntut berpisah dari Belgia.
Yang pasti, krisis di Spanyol ini semakin menambah persoalan bagi Uni Eropa yang perhatiannya saat ini telah terpecah untuk menangani serangkaian krisis besar, mulai dari Brexit, migran dan pengungsi, hingga gerakan ekstrem kanan.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Oktober 2017, di halaman 6 dengan judul "Referendum Catalonia Dibungkam".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar