Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 07 Oktober 2017

TAJUK RENCANA: NIIS dan Ancaman Teror (Kompas)

Negara Islam di Irak dan Suriah kini hanya menguasai wilayah di perbatasan Irak dan Suriah setelah kota Hawija jatuh ke tangan militer Irak.

Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi menyatakan, direbutnya kota benteng terakhir kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) ini merupakan kemenangan dunia. Tetapi, kurang dari 24 jam, NIIS menjawab klaim Abadi dengan serangan teror di Arab Saudi yang menewaskan dua orang.

NIIS pernah menguasai lebih dari sepertiga wilayah Irak. Namun, setelah kota Mosul direbut pasukan koalisi pimpinan AS, kekuatan NIIS di Irak berkurang drastis dan sejak itu pukulan telak terus menimpa NIIS di Irak. Di Suriah, koalisi pimpinan Rusia dan terakhir AS juga ambil bagian dalam menyerang basis NIIS, berhasil menguasai kembali dan hanya menyisakan sedikit wilayah di kota Raqqa dan Deir Ezzor bagi NIIS.

NIIS diproklamasikan pada Juni 2014 oleh Ibrahim Awwad Ibrahim al-Badri al-Samarrai atau yang lebih dikenal dengan Abu Bakr al-Baghdadi di Mosul. Sebelumnya, pada April 2013, Baghdadi mengumumkan merger semua kekuatan radikal di Irak dan Suriah, tetapi Brigade al-Nusra dan Al Qaeda menolak bergabung.

NIIS terus berupaya mengembangkan teror ke seluruh dunia. Dalam aksinya, kelompok ini tidak segan meledakkan bom di tempat umum dan yang paling mengerikan memenggal sandera. Mereka juga merekrut anggota dari negara di luar kawasan untuk bergabung.

Seiring dengan merebaknya teror dan ancaman dari NIIS, kekuatan dunia yang dimotori AS dan Rusia membentuk koalisi untuk menyerang basis-basis NIIS. AS dan Rusia bekerja sama dengan kekuatan lokal dibantu negara tetangga kawasan.

Keberhasilan merebut Hawija, sekitar 230 kilometer utara Baghdad, berarti memotong hampir seluruh jalur NIIS di utara antara Suriah dan Irak. Wilayah kekuasaan mereka tersisa dalam beberapa enclave yang satu sama lain terpisah.

Apakah NIIS akan segera berakhir atau justru mereka akan makin mencekam dunia lewat anggotanya yang sudah tersebar di seluruh dunia?

Sistem keanggotaan yang tertutup, ditambah keyakinan anggota NIIS terhadap sistem khilafah, membuat sulit kita menjawabnya. Sebagian kelompok radikal yang percaya akan sistem khilafah, dan sekarang menolak bergabung dengan NIIS, bisa jadi mengambil alih peran mereka.

Dengan kata lain, meskipun NIIS kehilangan sebagian wilayah di Irak dan Suriah, belum tentu ancaman kekerasan dan teror di dunia, termasuk Indonesia, menurun. Kita tidak boleh lengah, mengingat kehadiran sel NIIS sudah nyata, dan mereka sudah beberapa kali melakukan aksi teror dan kekerasan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Oktober 2017, di halaman 6 dengan judul "NIIS dan Ancaman Teror".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger