Munculnya kembali kejadian infeksi difteri menyebabkan penyakit ini mendapat status kejadian luar biasa (KLB). Menurut Kementerian Kesehatan, sejak Januari hingga 16 Desember 2017 kasus difteri terjadi di 130 kabupaten atau kota di 26 provinsi dengan jumlah kasus mencapai 903 orang. Setidaknya 40 orang meninggal dan 600-an orang lainnya dirawat karena difteri.
Dalam rapat kabinet terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Rabu (27/12), disebutkan kasus difteri bahkan sudah terjadi di 28 provinsi.
Terjadinya KLB difteri sangat memprihatinkan karena penyakit infeksi ini dapat dicegah dengan imunisasi difteri-pertusis-tetanus (DPT). Imunisasi ini termasuk imunisasi dasar dan wajib diberikan kepada bayi sebelum usia satu tahun. Yang juga memprihatinkan, penyakit ini sudah bisa dikuasai tahun 1990, tetapi muncul lagi tahun 2009 dan kemudian kembali dikuasai tahun 2013.
Pemerintah telah melakukan respons atas KLB dengan mengadakan imunisasi (outbreak response immunization atau ORI) di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Dari laporan Kementerian Kesehatan pula diketahui cakupan imunisasi ORI difteri di tiga provinsi tersebut baru mencapai 40 persen dan kejadian baru menurun.
Kembalinya difteri menjadi KLB memunculkan pertanyaan tentang faktor penyebab. Mengingat penyakit ini pernah berhasil dikuasai dan pemerintah menjamin ketersediaan vaksin, menimbulkan dugaan penyebabnya bukan sekadar masalah kesehatan.
Yang sudah kerap diungkap adalah adanya penolakan sebagian kecil anggota masyarakat terhadap imunisasi dengan alasan keyakinan, ketidakpercayaan pada kualitas vaksin, tidak sampainya informasi, hingga kurangnya perhatian kepala daerah pada program imunisasi.
Namun, ada faktor lain yang juga perlu diperhatikan, yaitu tingkat pendapatan. Meskipun pemerintah menyediakan imunisasi gratis, belum semua anggota masyarakat dapat memanfaatkan karena tidak memiliki kemampuan mengakses layanan tersebut.
Dengan situasi tersebut, penanganan KLB difteri tidak dapat dibebankan hanya pada Kementerian Kesehatan. Kementerian Kesehatan kita inginkan terus menjelaskan kepada masyarakat bahwa vaksin yang tersedia tidak melanggar keyakinan agama dan terjamin kualitasnya. Pemuka agama juga wajib ikut meyakinkan masyarakat dan tingkat kesejahteraan masyarakat secara simultan harus terus ditingkatkan untuk mencegah terulangnya KLB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar