Suara Warga Jatibaru
Setelah Gubernur DKI Anies Baswedan menutup Jalan Jatibaru, Tanah Abang, per 22 Desember 2017, kami selaku warga Jatibaru sudah menyampaikan keluhan dan usul lain kepada Pemerintah Provinsi DKI. Sejauh ini pemprov terkesan tidak peduli dengan keluhan kami.
Mengapa gubernur mengambil keputusan menutup jalan tersebut meski jelas melanggar Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004? Apakah ini contoh baik dari seorang pemimpin kepada warga? Kepentingan siapa yang dibela: pedagang kaki lima, pejalan kaki, atau pihak lain? Saat ini jalan itu penuh dengan pedagang kaki lima dan kotor karena sampah bertebaran di mana-mana.
Mengapa jalan raya yang dikorbankan? Pernahkah Gubernur Anies memikirkan betapa pengguna kendaraan bermotor harus berputar mencari jalan alternatif untuk mencapai tujuan di kota yang serba macet ini?
Apa pula di benak Gubernur Anies Baswedan tentang perasaan penumpang kendaraan umum yang tadinya melintasi jalan itu mencari nafkah, warga yang punya usaha dan menjalankan aktivitas dengan mengandalkan jalan itu, pasien yang diangkut ambulans yang mestinya melalui jalan itu sebagai jalan terpendek untuk mencapai rumah sakit, petugas pemadam kebakaran yang harus melintasi jalan itu ketika kebakaran terjadi?
Apakah tak ada tempat bagi pedagang kaki lima selain trotoar dan jalan raya? Bukankah sudah ada pasar Blok G? Selama pemprov memberi fasilitas di pasar Blok G dan disiplin menertibkan kendaraan bermotor dan trotoar, seharusnya kesemrawutan tak akan terjadi.
Terima kasih untuk DPRD, Polda, Masyarakat Transportasi Indonesia, dan pihak lain yang sudah membantu kami menyampaikan keluhan warga. Sayang, sejauh ini belum ada tanggapan Gubernur DKI Anies Baswedan.
Muliyadi
Tanah Abang, Jakarta Pusat
Masih Ditagih
Saya menutup kartu kredit platinum dari Bank Danamon, 4 Desember 2017, via call centre. Nomor kartu 4324 4921 4756 9xxx, dan diterima Bp Hero dengan nomor laporan 1A7865.
Sebelumnya, saya melunasi tagihan di kasir. Penutupan berlangsung di layanan pelanggan (CS) Bank Danamon di HR Mohammad, Surabaya, yang menyambungkan ke call centre.
Betapa terkejutnya, pada 21 Desember 2017 saya menerima tagihan via e-mail, ada pembelanjaan Rp 54.500.000 pada 6 Desember 2017 dengan keterangan Cahaya Jaya MBL. Selain itu ada juga tagihan cicilan pertama dari 36 cicilan @ Rp 2.380.439, juga ke Cahaya Jaya MBL. Semua di atas limit kartu yang ditutup, Rp 18 juta.
Pada 22 Desember 2017, saya ke Bank Danamon di HR Mohammad, Surabaya, tempat saya melunasi dan menutup kartu. Oleh CS ibu Endah, saya disambungkan kecall centre dengan Ibu Kifa. Setelah dicek, ternyata memang ada kesalahan dari agen Hello Danamon sehingga kartu saya masih aktif dan kesalahan memasukkan tagihan ke kartu saya.
Pihak call centre meminta maaf dan saya diberi nomor laporan 1L325. Butuh lima hari kerja untuk menyelesaikan.
Pada 27 Desember 2017, saya meneleponcall centre, diterima Ibu Dera. Ia juga menyatakan ada kesalahan di pihak Danamon dalam meng-input nomor kartu. Seharusnya transaksi Cahaya Jaya MBL bukan transaksi saya, dan ia mohon maaf atas kesalahan input itu. Janji koreksi dalam empat4 hari kerja, setelah itu baru bisa ditutup. Nomor laporan 1N3555.
Bolak-balik saya menelepon, tidak ada solusi. Baru setelah saya menelepon pada 15 Januari 2018 dikabarkan bahwa tagihan Rp 54.500.000 sudah dinolkan. Namun, tagihan cicilan masih ada dan menjadi Rp 4 juta lebih, katanya itu cicilan dan penalti.
Saya disuruh menelepon lagi 17 Januari, lalu 18 Januari. Hal ini membuat saya merasa dipermainkan karena proses koreksi tidak dilakukan dengan benar. Saya tidak hanya tidak dapat menutup kartu, tetapi juga dirugikan dari segi waktu, tenaga, pikiran, dan materi.
Leony Sinarta Tan
Jl Darmo Harapan Utara,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar