Entah apa yang ada di benak anggota DPR periode 2014-2019 saat mulai membahas kembali RUU tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
- English Version: Uncertainties Revive Again
Benar, RUU itu termasuk yang menjadi prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2018. Namun, memulai membahas RUU yang disingkat menjadi RKUHP itu tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang yang melingkupinya.
Seperti diingatkan dalam pepatah Jawa, untuk membahas sesuatu yang strategis, seseorang, termasuk anggota Dewan, semestinya bisa angon wayah, angon wektu, angon mangsa. Bisa mengelola waktu dan situasi.
KUHP yang kini berlaku dari sejarahnya berasal dari Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie (WvSNI) yang diberlakukan di Indonesia pertama kali dengan Koninklijk Besluit (Titah Raja) Nomor 33 tertanggal 15 Oktober 1915, tetapi baru berlaku pada 1 Januari 1918. Seratus tahun yang lalu. Meskipun kita tahu undang-undang ini sudah mengalami berbagai perubahan, aturan dari masa Hindia Belanda ini masih berlaku hingga kini.
Setelah Indonesia merdeka, aturan hukum pidana ini diberlakukan dengan UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana di Indonesia. Dalam situasi perjuangan, UU Hukum Pidana itu pun tak bisa berlaku efektif di seluruh Indonesia sehingga baru dengan keluarnya UU No 73 Tahun 1958 dipastikan ketentuan pidana yang ditetapkan dengan UU No 1 Tahun 1946 itu berlaku di seluruh Nusantara.
Berbagai upaya dilakukan untuk memperbarui KUHP itu, selain membuat penyesuaian yang bersifat parsial. Dalam catatan Kompas, keinginan memperbarui ketentuan hukum pidana di Indonesia pernah menonjol dilakukan tahun 1974. Pemerintah Orde Baru membuat RUU Hukum Pidana yang tak terkait dengan KUHP yang masih berlaku. Namun, pembahasan RUU itu tak berlanjut.
Salah satu tim yang dibentuk pemerintah Orde Baru adalah Tim Penyusun RUU KUHP yang diketuai Mardjono Reksodiputro. Tim ini telah menyelesaikan kerjanya di tahun 1990. Mereka melaporkan hasil kerjanya kepada Menteri Kehakiman Ismail Saleh. RUU KUHP itu terdiri dari 39 bab dan 645 pasal. Salah satu hal menarik yang dirasa perlu dipertahankan dalam RUU KUHP ini adalah hukuman mati.
Berbagai tim telah dibentuk pemerintah untuk menyusun RKUHP, selama lebih dari 30 tahun terakhir, dan ujungnya pada akhir masa pemerintahan Orde Baru pernah disampaikan ke DPR untuk dibahas. Bahkan, tak kurang dari 13 naskah akademik RKUHP telah dibuat, tetapi belum satu pun yang dibahas untuk disahkan menjadi undang-undang seperti RKUHP yang sekarang di tangan DPR.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar