- English Version: Responding to Recent Disasters
Seiring dengan mengalirnya video gelombang air bah yang melaju dengan kekuatan dahsyat pada Senin (5/2), kita diperingatkan akan kemungkinan datangnya banjir kiriman. Dasarnya adalah ketinggian muka air di Bendung Katulampa, Bogor, mencapai 220 cm, dan terus meninggi, sehingga status masuk ke level Siaga 1, tingkat tertinggi risiko banjir bagi warga Jakarta di sekitar sempadan Sungai Ciliwung.
Selain ancaman banjir bandang di Jakarta, kita juga membaca musibah longsor di kawasan Puncak. Menyusul bencana ini, beberapa orang menjadi korban: satu meninggal, satu kritis, dan tiga luka-luka di Desa Tugu Selatan, Cisarua. Tiga orang dilaporkan tertimbun tanah longsor. Akibat kejadian itu, polisi menutup total jalur utama Puncak sejak Senin pagi. Hal ini dilakukan untuk mengevakuasi korban longsor dan membersihkan badan jalan yang dilalui alat-alat berat.
Selain bencana yang dipicu cuaca, kita juga mendengar berita musibah jatuhnya bantalan beton pada proyek rel dwiganda di Matraman, Jatinegara, Jakarta Timur, Minggu (4/2). Kecelakaan konstruksi ini menyebabkan empat orang meninggal.
Belum selesai duka karena kejadian di Matraman, sehari kemudian, Senin, terjadi ambrol pada dinding terowongan rel kereta api bandara di Jalan Perimeter Selatan di kawasan Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Dari dua korban yang tertimbun dinding yang ambrol, satu orang meninggal.
Rangkaian musibah yang melibatkan konstruksi memicu tuntutan agar sistem konstruksi dievaluasi. Polisi mengatakan, insiden di Matraman terjadi karena kelalaian dalam pengerjaan. Sambil menunggu hasil evaluasi, baik yang terkait dengan proses konstruksi maupun yang terkait dengan bencana alam, kita luangkan waktu untuk merefleksikan musibah di atas.
Sebagian orang cenderung mengatakan bahwa bencana seperti banjir dan longsor merupakan konsekuensi kejadian alam yang sebagian besar di luar kuasa manusia untuk menghindarinya.
Meski pandangan itu mengandung kebenaran jika skala kejadian memang besar, manusia sebenarnya masih bisa berbuat sesuatu untuk meminimalkan dampak bencana. Banjir yang dirasakan makin hebat bisa saja dipicu oleh dampak pemanasan global yang memicu cuaca ekstrem. Namun, jika manusia tidak melakukan kegiatan yang merusak di kawasan hulu sungai, tidak menggunduli hutan-hutannya, masih ada harapan bahwa dampak cuaca ekstrem diperkecil.
Jika kita sudah tahu ada peningkatan ekstremitas cuaca, manusia juga dapat menyingkir, menjauhi daerah-daerah kritis. Dengan demikian, jika memang longsor terjadi, korban dapat dihindari, atau ditekan ke level minimal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar