Peraturan Presiden Nomor 20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing telah ditetapkan. Hal ini tentu membuka peluang juga bagi dosen asing untuk datang dan bekerja lebih lama sebagai dosen di perguruan tinggi di Indonesia.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang dikutip wartawan menyampaikan akan mengundang 200 dosen luar negeri. Beberapa pengamat pendidikan dan dosen memberikan pemikiran untuk harus ekstra hati-hati dalam urusan dosen asing ini. Bahkan, beberapa dosen merasa mendatangkan dosen asing sebagai sebuah ancaman bagi eksistensi mereka. Sebagian bahkan mengkhawatirkan pengaruhnya terhadap nilai-nilai kebangsaan, lokal, dan keindonesiaan.
Di Asia Tenggara, Indonesia memiiki jumlah dosen terbesar. Tidak kurang dari 265.000 orang. Bergantung pada periode melihat data. Dari jumlah itu, kurang lebih hanya 37.543 yang memiliki kualifikasi pendidikan doktor dan 189.651 magister, sisanya S-1 atau diploma. Jenjang akademik mereka sebagai berikut: sekitar 50 persen belum lulus sertifikasi dosen; 47.625 asisten ahli; 55.585 lektor; 31.681 lektor kepala; dan 5.350 profesor.
Dosen sangat menentukan kualitas perguruan tinggi (PT). Jumlah PT mencapai 4.538, tapi hanya tiga yang menembus posisi 500 peringkat dunia versi Quacquarelli Symonds (QS). Sekali lagi, selain mahasiswa, tenaga kependidikan, pimpinan PT, sarana-prasarana, maka dosen sangat menentukan keberhasilan pencapaian visi-misi PT.
Produktivitas dosen
UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen, dan PP No 37/2009 tentang Dosen, menyebutkan tugas fungsi pokok dosen adalah pendidik mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Produktivitas dosen dapat dilihat dari pelaksanaan Tridharma PT tersebut. Dalam produktivitas unsur pendidikan, dosen Indonesia cukup bagus, bahkan terdapat kecenderungan banyak dosen di Indonesia waktunya habis untuk mengajar dan mendidik. Untuk produktivitas pengabdian masyarakat masih diperlukan peningkatan kuantitas dan kualitas serta perumusan pengukuran dan penghargaannya.
Dalam produktivitas unsur penelitian, umumnya masih sangat jauh dibandingkan koleganya di negara maju, bahkan dibandingkan negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia. Produktivitas dalam penelitian, bisa dilihat jumlah penelitian per dosen, jumlah temuan, jumlah inovasi, jumlah paten, jumlah kerja sama penelitian, jumlah dana yang diperoleh untuk penelitian, jumlah publikasi per dosen per tahun, jumlah publikasi bereputasi internasional, dan lain-lain.
Dalam peningkatan produktivitas penelitian dengan berbagai indikator tersebut, dipandang perlu mengundang dosen asing. Dengan kehadiran dosen yang memiliki hubungan rantai pendidikan dengan penerima Hadiah Nobel atau di bawahnya sedikit diharapkan akan memacu peningkatan produktivitas penelitian, inovasi, kerja sama, dan publikasi bereputasi internasional.
Hal ini karena dosen yang dihadirkan selain kompeten, berpengalaman, berkarakter, punya jaringan, juga diharapkan berkontribusi dalam membangun atmosfer akademik di PT tempat mereka berada di Indonesia. Sebagai contoh dalam peningkatan publikasi jurnal internasional bereputasi dan sitasi.
Dosen asing yang diundang dalam program World Class Professor, minimal associate professor memiliki h-index lebih dari 20 dan berpengalaman mendapatkan dana penelitian dari institusi internasional. Maka, dengan mudah, mereka mendorong peningkatan produktivitas publikasi dan sitasi. Bukan karena penguasaan keterampilan menulis ilmiah dengan bahasa Inggris, melainkan karena sudah berpengalaman dan menguasai isi dan metodologi penelitian.
Untuk diketahui, awal 2015 publikasi dosen Indonesia yang terindeks Scopus hanya 5.499, Thailand 12.350, Singapura 17.450, dan Malaysia 30.150, sehingga Indonesia menduduki nomor empat di ASEAN. Tahun 2017, Thailand 15.563, Indonesia 18.814, Singapura 20.459, dan Malaysia 30.681. Ini artinya, baru pertama dalam sejarah—atau paling tidak 20 tahun terakhir—Indonesia mampu menyalip Thailand dalam hal publikasi jurnal yang terindeks Scopus. Di bulan April 2018, Indonesia sudah mencatatkan lebih dari 5.000 publikasi dan telah menyalip Singapura yang tercatat 4.948. Hal ini selain dorongan dari kebijakan Kemristek dan Dikti untuk melakukan evaluasi dosen lektor kepala dan profesor, juga karena kontribusi program World Class Professor, diaspora, skema penelitian, beasiswa, dan mahasiswa pascasarjana.
Apakah ancaman?
Hal lain yang mendorong untuk ada program mengundang dosen asing, sebagaimana kita ketahui, sekarang ini terdapat ribuan mahasiswa pascasarjana di luar negeri. Untuk mengirim satu mahasiswa program doktor, pemerintah dipastikan harus menyediakan anggaran lebih dari Rp 1 miliar sampai selesai program. Kalau yang kita undang satu dosen jelas tidak sampai Rp 0,5 miliar dan bisa dimanfaatkan lebih dari 20 mahasiswa dan dosen muda. Artinya, lebih efisien mengundang dosen asing profesional daripada mengirim mahasiswa. Meski mengirim mahasiswa ke luar negeri harus tetap diperlukan.
Paling tidak ada dua pengertian mengancam dalam konteks dosen asing. Pertama, mengancam pekerjaan dan eksistensi dosen Indonesia. Kedua, mengancam nilai-nilai, budaya lokal, bahkan rasa keindonesiaan dan kebangsaan, atau nilai lain.
Untuk diketahui, dari 165.000 dosen dalam negeri, hanya sekitar 200 dosen asing berkualitas dan berkompeten yang akan diundang dalam berbagai bentuk skema program. Diharapkan dosen Indonesia dapat berkolaborasi dengan mereka dan memanfaatkan peluang.
Beberapa kegiatan seperti menulis proposal untuk menarik dana penelitian dari institusi internasional, melakukan penelitian bersama, menghasilkan inovasi atau paten bersama, pemanfaatan laboratorium di tempat asal dosen asing, supervisi bersama, publikasi di jurnal bereputasi bersama. Dengan demikian sudah seharusnya dosen asing yang memiliki kualifikasi tinggi tersebut, yang jumlahnya terbatas, tidak dianggap ancaman, tetapi peluang untuk meningkatkan produktivitas Tridharma PT, khususnya penelitian.
Di dalam Rencana Strategis 2015-2019 Kemristek dan Dikti, antara lain, disebutkan bahwa arah PT adalah untuk membangun karakter bangsa, membangun budaya agar bangsa kita berdaya saing tinggi. Merupakan tugas sivitas akademika PT, khususnya dosen, untuk menanamkan nilai-nilai agama, Pancasila, kebangsaan, bela negara, nilai-nilai lokal, kepribadian, dan nilai-nilai keindonesiaan.
Dosen asing yang terseleksi tentu kecil kemungkinan mengancam nilai-nilai tersebut jika dosen Indonesia yang jumlahnya ratusan ribu tak saja menanamkan, tetapi memberikan teladan dalam kehidupannya. Berdasar UU No 12/2012, Pasal 35 Ayat 3, dinyatakan kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah Agama, Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia untuk program sarjana dan diploma. Jika para dosen Indonesia berkomitmen dan bertanggung jawab akan tertanamnya nilai-nilai tersebut, maka tidak perlu terlalu khawatir dosen asing akan mengancam nilai-nilai yang dimaksud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar