Warga Arab Saudi dikejutkan oleh rentetan tembakan di Istana Al-Auja untuk melumpuhkan drone. Hal itu diduga terkait dengan langkah Putra Mahkota.
Rentetan tembakan di sekitar istana Raja Salman itu membuat panik dan cemas warga ibu kota Arab Saudi, Riyadh, Sabtu (21/4/2018). Kepanikan itu baru reda setelah Menteri Dalam Negeri Arab Saudi Pangeran Abdelaziz bin Saud bin Naif memberikan penjelasan melalui televisi.
Warga panik karena istana itu sering dipilih Raja Salman sebagai tempat menyambut tamu raja, khususnya para pemimpin Arab. Namun, Pangeran Abdelaziz tidak menjelaskan mengapa pesawat nirawak mainan bisa terbang di sekitar Istana Al-Auja.
Pada 10 Februari 2018, Iran berhasil mengirim drone ke Israel dari wilayah Suriah. Israel berhasil menembak jatuh drone itu. Di Yogyakarta pernah terjadi drone terbang melebihi ketinggian pesawat untuk memotret pesawat. Padahal, saat itu sudah ada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 180/2015. Pemerintah merevisi aturan itu dengan membatasi ketinggian maksimum drone hanya 150 meter. Bahkan, drone dilarang terbang di kawasan terlarang, seperti Istana Negara, dan kawasan terbatas, seperti fasilitas militer dan bandar udara.
Pangeran Abdelaziz menegaskan, pemerintahnya telah menyelesaikan aturan penggunaan drone untuk wisata. Pada 2015, Otoritas Penerbangan Sipil Arab Saudi melarang penggunaan drone dengan pengendali jarak jauh tanpa izin. Pemilik drone di Arab Saudi harus punya izin untuk dapat menerbangkannya.
Tokoh oposisi Arab Saudi, Saad al-Fakih, menduga, mereka yang mengirim drone bukan orang sembarangan, melainkan orang yang punya dana dan bisa dari kalangan keluarga Ibnu Saud yang berkuasa. Fakih menduga peristiwa itu merupakan refleksi dari konflik internal keluarga Ibnu Saud yang berkuasa.
Pada Oktober 2017, seorang pria bersenjata menyerbu istana raja di Laut Merah, Jeddah, dengan melepaskan tembakan. Dua penjaga keamanan istana tewas dan tiga lainnya terluka, sebelum akhirnya penyerang ditembak mati.
Isu perpecahan di kalangan pangeran di Arab Saudi santer terdengar setelah Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman melakukan reformasi di bidang sosial dan ekonomi untuk persiapan berakhirnya masa keemasan minyak. Reformasi ini mendapat tentangan dari dalam, dan justru Pangeran Mohammed menahan puluhan pangeran dengan tuduhan korupsi dan mengganti pejabat militer yang dianggap kurang sejalan.
Isu perpecahan di lingkaran pangeran Arab Saudi berawal dari penunjukan Pangeran Mohammed bin Salman sebagai putra mahkota menggantikan Pangeran Mohammed bin Nayef. Padahal, tidak ada tradisi Raja Arab Saudi mengangkat anaknya sendiri sebagai putra mahkota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar