Sementara pos-pos strategis kerajaan itu sudah berada di bawah kendali putra mahkota. Baik itu bidang pertahanan keamanan, ekonomi, urusan departemen dalam negeri, dan lainnya. Hal itu tampak tak hanya di dalam negeri, juga terlihat dalam sejumlah kunjungannya ke luar negeri, baik ke Mesir, Inggris, Perancis, maupun Amerika Serikat.
Situasi matang
Situasi di Saudi saat ini sudah sangat matang bagi proses terjadinya suksesi de facto itu dari raja ke pangeran. Berbagai usaha dilakukan dalam memuluskan suksesi itu. Masih segar dalam ingatan, hanya berselang beberapa hari setelah pembentukan Lembaga Antikorupsi diumumkan, sekitar 201 pangeran Saudi, menteri dan pejabat ditangkap. Tak main-main, 11 nama pangeran sangat berpengaruh masuk dalam daftar itu. Selain itu, 1.700 rekening juga telah dibekukan. Gelombang reformasi juga sangat gencar.
Walid bin Talal, salah satu orang terkaya di dunia, yang memiliki bisnis merentang di beberapa negara termasuk dalam daftar itu. Lalu, Miteb bin Abdullah, orang yang pernah digadang-gadang sebagai calon kuat memimpin Saudi di masa depan juga turut disingkirkan. Ia bukan hanya anak kesayangan mendiang Raja Abdullah, juga pemimpin pasukan elite Garda Nasional. Ia adalah simbol dan "andalan" klan Abdullah.
Klan Talal dan klan Abdullah merupakan dua klan pesaing Muhammad bin Salman. Yang pertama cenderung oposan dan kedua pesaing di dalam keluarga dan pemerintahan. Sejumlah tokoh pesaing potensial dari klan lain, seperti klan Sultan, Nayif, dan lainnya sudah lebih dulu disingkirkan. Menyingkirkan Miteb perlu nyali sangat besar sebab begitu kuatnya pengaruh klan ini di Garda Nasional Saudi. Demikian pula penangkapan Walid bin Talal, kendati kemudian dibebaskan dengan tembusan uang dengan angka luar biasa besar.
Di tengah konsolidasi tahap- tahap akhir dari kekuasaan sang pangeran inilah tiba-tiba isu kudeta merebak. Kendati belum ada kepastian dan kejernihan tentang apa yang sesungguhnya terjadi, beredarnya video tembak-menembak dengan suara sangat keras di sekitar istana raja/pangeran menimbulkan spekulasi luas mengenai terjadinya kudeta di dalam istana.
Penjelasan otoritas keamanan bahwa itu adalah tembakan terhadap drone mainan yang melintas di atas istana sepertinya kurang dapat diterima. Namun, beberapa media yang berusaha menyimpulkan telah terjadi usaha kudeta di kerajaan juga kurang meyakinkan.
Raja Salman bin Abdul Aziz bin Abdurrahman Ali Saud telah berusia sangat senja. Ia lahir pada 1935. Ia adalah raja ketujuh di Arab Saudi dan merupakan anak ke-25 dari pendiri Saudi. Ia naik takhta menggantikan raja Abdullah pada Januari 2015.
Menilik jalannya pemerintahan Saudi dan kondisi raja, persoalan suksesi kerajaan bisa saja terjadi dalam waktu sangat dekat, beberapa hari ke depan. Apalagi sang raja beberapa kali mengalami sakit berat. Selama ini, pergantian raja Arab Saudi berlangsung cukup "lancar dan damai".
Sesuai amanat sang pendiri dinasti Ali Saud, pengganti Raja adalah anak-anaknya. Jadi prinsipnya ada rotasi kekuasaan antar-anak Abdul Aziz yang berbeda-beda ibu. Sejak tahun 1953 hingga saat ini, telah terjadi enam kali pergantian raja. Dan, amanat sang pendiri dapat dilaksanakan kendati dengan ketegangan internal keluarga kerajaan. Suksesi berlangsung dari satu anak sang raja kepada anak yang lain.
Persoalan jadi krusial karena raja selanjutnya jelas bukan lagi generasi anak, melainkan generasi cucu. Raja Salman mengangkat anaknya, Muhammad bin Salman bin Abdul Aziz (32), setelah menyingkirkan putra mahkota Muhammad bin Nayif bin Abdul Aziz (58). Putra mahkota lain yang disingkirkan adalah Muqrin bin Abdul Aziz yang pernah menduduki pos putra mahkota pada masa Raja Abdullah. Status putra mahkota Muqrin dicopot Raja Salman.
Sejak itu, persoalan dalam suksesi di kerajaan itu sesungguhnya sudah sangat mengkhawatirkan. Apalagi, Raja Salman kemudian menunjuk anaknya yang masih sangat muda sebagai calon pewaris takhta, yang kemudian mengambil langkah-langkah "besar" untuk melakukan perubahan, baik di dalam istana maupun di masyarakat.
Masa depan kerajaan itu kian mengkhawatirkan ketika Raja Salman mempreteli kekuasaan klan-klan pesaing. Klan Sulthan bin Abdul Aziz dibersihkan dari posisi kekuasaan level satu. Khalid bin Sulthan ketua intelijen Saudi dipecat. Demikian pula dua anak mendiang Raja Abdullah, Turki bin Abdullah bin Abdul Aziz dan Miishal bin Abdullah bin Abdul Aziz, diberhentikan dari posisi strategis. Semula hanya beberapa tokoh klan yang bertahan di pemerintahan, termasuk Miteb bin Abdullah. Namun, ia pun akhirnya disingkirkan.
Membajak Takhta
Serangkaian penangkapan dan juga penyingkiran tokoh-tokoh penting lain jelas bertujuan politik. Secara formal struktural, seluruh kekuatan senjata Saudi sekarang berada di bawah sang pangeran. Baik Departemen Pertahanan, Garda Nasional, maupun pasukan Kementerian Dalam Negeri sekarang berada di genggaman sang pangeran muda ini.
Namun, perlawanan dari klan lain kemungkinan akan terjadi. Sebab, mereka pun punya hak atas takhta. Tetapi hak-hak mereka secara sistematis dilucuti dan kekuasaan Saudi dimonopoli satu klan. Sebelumnya, siapa pun rajanya dan dari klan apa pun, semua klan yang menonjol memperoleh posisi penting. Akan tetapi, kini mereka sudah disingkirkan.
Perebutan kekuasaan antar- klan sulit dihindarkan. Kendati belum ada tokoh besar yang mengosolidasikan gerakan perlawanan, banyak tokoh telah melarikan diri dari kerajaan itu. Sekalipun semua pesaing sudah disingkirkan, mereka masih memiliki sumber daya yang tak bisa langsung dilenyapkan, baik ekonomi maupun pengaruh di masyarakat Saudi, jajaran militer, bahkan di luar negeri. Mereka hampir pasti berupaya mengonsolidasikan perlawanan. Dari titik ini, adanya opini luas mengenai isu terjadinya kudeta sesungguhnya dapat dimengerti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar