Penunjukan Mike Pompeo sebagai Menlu AS membuat proses perdamaian di Timur Tengah kian terjal karena AS bertujuan mengurangi peran Iran dan Rusia.
Ini ditunjukkan Pompeo yang mendesak Arab Saudi mengirim personel dan membantu pendanaan untuk menstabilkan daerah timur laut Suriah. Pada kunjungan perdananya sebagai Menlu AS, Pompeo mengoordinasikan kekuatan di Timur Tengah untuk mengurangi peran Iran dan sekaligus menghentikan kesepakatan nuklir Iran dengan negara-negara Barat.
Terkait perjanjian nuklir Iran, Presiden AS Donald Trump akan memutuskan pada 12 Mei 2018 apakah akan keluar dari perjanjian itu atau tidak. Padahal, Presiden Perancis Emmanuel Macron berusaha membujuk Trump untuk tidak keluar dari perjanjian itu. Perjanjian ini diyakini dapat mencegah Teheran untuk mengembangkan senjata nuklir.
"Tak ada perbaikan substansial, tak ada yang mengatasi kekurangan dari sebuah kesepakatan, dia tidak akan bertahan dalam kesepakatan itu pada Mei ini," kata Pompeo di markas NATO, sebelum terbang ke Arab Saudi.
Pompeo juga mendesak Arab Saudi dan beberapa negara di Timur Tengah untuk membuka kembali hubungan dengan Qatar. Terkait dengan Yaman, kepada Saudi, Pompeo mengingatkan, tidak ada solusi militer dari krisis ini. "Kondisi kemanusiaan di Yaman sangat memprihatinkan, dan butuh perbaikan segera," katanya.
Pergantian Rex Tillerson oleh Pompeo tak hanya pergantian sederhana seorang menteri luar negeri. Pergantian ini menggambarkan, ada perubahan dalam kebijakan AS berkaitan dengan geopolitik Timur Tengah, di mana AS tak lagi berhadapan dengan terorisme, tetapi munculnya koalisi baru Rusia, Suriah, Turki, dan Iran.
Tak ada keraguan bahwa salah satu tujuan utama kebijakan AS di Suriah adalah mendorong Iran keluar dari negara itu sekaligus untuk mengurangi peran Iran di kawasan. Trump menganggap Pompeo menjadi pilihan tepat untuk menepati janji kampanye saat pemilihan presiden Trump.
Koalisi yang dipimpin Rusia punya kapasitas untuk mengusir AS keluar dari Suriah dan Irak. Koalisi Rusia bisa menegosiasikan berbagai hal terkait Suriah dan Iran. Namun, kehadiran Pompeo bisa dilihat dalam perspektif lebih luas dari sekadar soal Suriah dan Iran.
Berbeda dengan Tillerson, Pompeo menyebut kesepakatan nuklir dengan Iran yang dibuat semasa Presiden Barack Obama itu sebagai sebuah "bencana". Setelah Trump terpilih, Pompeo menulis di Twitter bahwa dia akan menggulung kembali kesepakatan nuklir oleh Obama dan koalisi Baratnya itu. Jika AS benar-benar keluar dari kesepakatan itu, sangat mungkin kelompok garis keras di Iran akan dapat kembali berkuasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar