Hari ini kita kembali merayakan Hari Kartini dengan mencari relevansi pemikiran dan aktivisme perempuan kelahiran 139 tahun lalu itu dengan kebutuhan saat ini.
Apa yang diperjuangkan Kartini sebagian telah mewujud. Angka partisipasi sekolah perempuan telah sama dengan laki-laki. Perempuan dapat memasuki berbagai jenis pekerjaan, bahkan menduduki posisi tertinggi di organisasinya atau menjadi pengusaha sukses seperti laki-laki.
Patricia Aburdene dan John Naisbitt pada 1992 menerbitkan buku Megatrends for Women dan sudah memprediksi perubahan besar peran perempuan. Perubahan sama juga mulai terasa di Indonesia pada akhir dekade yang sama ketika semakin bertambah jumlah perempuan memasuki lapangan kerja.
Saat ini semakin banyak perempuan menduduki posisi penting di pemerintahan ataupun dunia usaha, penelitian, dan akademis. Perubahan ini semakin memperlihatkan pentingnya peran perempuan.
Masuknya perempuan ke dunia kerja yang memberikan pendapatan bernilai ekonomi, apakah karena keterpaksaan untuk mencukupi kebutuhan keluarga atau karena pilihan karier, membawa konsekuensi perempuan memiliki penghasilan sendiri. Pengalaman melakukan kerja di luar urusan rumah tangga memberi perempuan pengetahuan. Kedua hal tersebut dapat menyelamatkan perempuan jika situasi di dalam rumah tangga memburuk, antara lain karena mengalami kekerasan.
Memberi perempuan cukup pendidikan dan kesempatan bekerja meningkatkan kemungkinan mereka menghindari pernikahan usia dini dan karena itu menurunkan risiko munculnya masalah kesehatan reproduksi ibu serta kematian bayi.
Dengan memiliki penghasilan sendiri, relasi antara perempuan dan laki-laki tidak lagi berupa ketergantungan atau independen, tetapi interdependen yang membuat relasi lebih setara.
Pada sisi laki-laki, perubahan perlahan juga terjadi. Semakin banyak laki-laki bersedia berbagi peran dengan perempuan dalam mengasuh anak dan mengurus pekerjaan rumah tangga ketika perempuan ikut menjadi sumber ekonomi keluarga. Relasi yang lebih setara ini dapat mendorong turunnya kejadian kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Namun, tetap ada tantangan yang harus dijawab, memastikan semua perempuan memiliki kesempatan sama untuk mengakses pendidikan, gizi yang baik dan cukup, hingga akses dan kontrol pada sumber daya ekonomi. Seperti dicita-citakan Kartini, perempuan yang terdidik dan sehat lahir-batin akan melahirkan anak-anak yang sehat dan mampu mendidik anak-anaknya menjadi manusia unggul.
Meskipun negara tidak mendiskriminasi perempuan dan ada banyak perempuan tidak mengalami, lebih banyak lagi perempuan yang belum mendapat akses dan kontrol setara pada sumber daya ekonomi, pendidikan, gizi, dan layanan kesehatan karena hambatan budaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar