Presidenku Bapak Jokowi, surat ini terpaksa ananda layangkan dengan hati gundah. Sudah beberapa bulan ini, saya beserta banyak teman yang tercatat sebagai mahasiswa Politeknik Olahraga Indonesia (POI)—yang katanya milik Kementerian Pemuda dan Olahraga—tidak juga kunjung kuliah.
Kawan-kawan dari perguruan tinggi lain di negeri tercinta ini bahkan sudah memasuki semester genap. Sementara kami, sampai hari ini, masih tetap libur sampai batas waktu yang belum pasti.
Saat semester satu, kami mendapat fasilitas mulai dari asrama dan pelbagai hal lain secara gratis. Hal ini janjinya akan terus berlangsung sampai kami tamat Diploma 4.
Saya sampai rela berhenti dari perguruan tinggi negeri demi menggapai harapan yang lebih cerah di POI. Di pikiran saya, POI adalah perguruan tinggi kedinasan pertama milik Kemenpora. Apalagi, sebagai mahasiswa angkatan pertama, kami mendapat fasilitas gratis.
Rasa bangga itu secara perlahan pupus dan berubah menjadi malu karena teman-teman dari kampus lain bertanya, "Kok, tidak kuliah-kuliah."
Bapak Presiden yang saya cintai. Kami berasal dari beberapa provinsi yang diterima di POI melalui seleksi ketat. Kasihan teman-teman yang berasal dari provinsi di luar Sumatera Selatan, yang telah jauh-jauh merantau demi menggapai harapan yang lebih cerah.
Saya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Yang saya bisa lakukan adalah mengadu kepada Bapak sebagai pemimpin negeri ini, yang sangat mencintai olahraga sebagai salah satu kebanggaan bangsa.
Apalagi saat ini menjelang Asian Games yang seharusnya menjadi barometer kehebatan negeri kita, termasuk kebanggaan memiliki Politeknik Olahraga Indonesia. POI akan mencetak ilmuwan olahraga yang bisa menyumbangkan kemampuannya demi kemajuan negeri kita tercinta Indonesia.
Tolonglah kami Bapak Presiden. Mohon kejelasan tentang status kami ini. Akankah rasa malu dan berbagai kerugian ini harus kami tanggung, sementara saya dan teman-teman tidak tahu apa yang tengah terjadi. Terima kasih banyak Bapak Jokowi, presidenku tercinta.
Shavira Azzahra
Kompleks Kencana Damai, Sukamaju,
Palembang
Pesangon Belum Dibayar
Saya adalah orangtua tunggal dengan dua anak dan ibu yang harus saya nafkahi. Saya di-PHK sejak September 2017 bersama 24 karyawan lain.
Saya bekerja di PT Megatitiannusantara Cargoservices Jakarta dengan singkatan PT Mega Kargo, perusahaan swasta yang didirikan dengan dana pensiun Pegawai Merpati Nusantara Airlines.
Perusahaan sudah menyalahi Pasal 169 UU Ketenagakerjaan karena 3 bulan berturut-turut kami tidak digaji. Setelah PHK pun, hak pesangon kami belum dibayarkan hingga kini.
Padahal, PT Mega Kargo cabang Surabaya dan cabang Makassar masih aktif bekerja. Cabang Surabaya bahkan masih memberikan royalti kepada PT Mega Kargo Jakarta kurang lebih Rp 30 juta/bulan.
Kami sudah membuat surat kepada Disnaker Tanah Abang, Disnaker Tugu Tani, dengan tembusan kepada Menteri Tenaga Kerja, Gubernur DKI, Ketua DPR, Ketua OJK (Otoritas Jasa Keuangan), dan LBH, agar dapat membantu kami segera mendapatkan hak-hak kami. Namun, tidak ada satu pun yang membantu. Kami sangat membutuhkan uang pesangon tersebut untuk menafkahi keluarga kami, termasuk biaya pendidikan untuk anak-anak.
Karena putus asa, kami juga membuat surat tertanggal 8 Maret 2018 kepada Bapak Presiden Republik Indonesia. Surat tersebut diterima oleh Tata Usaha Kemensesneg pada tanggal 14 Maret 2018.
Kami rata-rata sudah bekerja selama 20 tahun, dan pesangon merupakan hak keluarga kami.
FIDYA SEPTIRA
Pegadungan, Kalideres,
Jakarta Barat
Kompas, 2 Mei 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar