Apa Kabar Sastra Koran?
Rubrik sastra di media cetak adalah hal yang ditunggu para pencari nilai estetis sekaligus sarana bagi seorang penulis untuk berkarya. Namun, saya sebagai penikmat rubrik sastra sejak 2012 kecewa karena beberapa koran memangkas halaman sastranya.
Pada awalnya banyak sekali koran Minggu yang memberi ruang bernapas bagi sastra. Sebenarnya saat hubungan sastra dan koran mulai renggang, ditambah ketatnya persaingan bisnis koran yang memaksa tampil ringkas, dunia maya hadir menawarkan ruang alternatif. Meski demikian, saya ternyata menikmati membaca rubrik sastra yang konvensional di koran Minggu.
Tentu bukan saya saja yang merasakan hal tersebut. Saya pernah mengobrol dengan anggota komunitas sastra, ternyata perasaan kami kebanyakan sama: kecewa karena halaman sastra terpangkas. Padahal, ranah sastra di koran berperan penting untuk masa depan kesusastraan, terutama dalam hal melahirkan para sastrawan.
Alangkah baiknya jika koran-koran yang telah memangkas halaman sastranya bertimbang untuk menghadirkannya kembali. Selain menghapus rasa kecewa para penikmat sastra koran, hal itu juga berguna sebagai sarana penyegaran dengan cara yang cerdas.
Rafa Fida A
Mahasiswa Jurnalistik/UIN Sunan Gunung Djati
Catatan Redaksi:
Terima kasih atas masukan yang Anda sampaikan.
Membuat KTP-el
Karena KTP saya telah pudar dan tidak terbaca lagi data dan fotonya, 27 April 2018 saya ke Kecamatan Medan Timur untuk mencetak ulang KTP sekaligus merekam data KTP-el putri sulung saya.
Terbit surat keterangan resi KTP nomor 362.744/YBS/DAFDUK/IV/2018 tanggal 27 April 2018 atas nama Syahrir dan nomor 363.732/YBS/DAFDUK/IV/2018 tanggal 30 April 2018 atas nama Alisya Ivanna.
Petugas menjanjikan paling lama tanggal 27 Juni KTP asli sudah dapat diperoleh. Namun, hingga hari ini, sudah September 2018, KTP belum selesai.
Mohon perhatian yang mulia Wali Kota Medan, Camat Medan Timur, dan Disdukcapil.
Syahrir
Jl Letter Press Pulo Brayan Darat II, Medan 20239
Penahanan Mantan Dirut
Sebagai mantan karyawan Pertamina, saya prihatin dengan ditahannya mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan oleh penyidik Unit Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung.
Ia ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait investasi perusahaan di Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia, 2009.
Menurut berita yang saya ikuti, awalnya adalah akuisisi oleh Pertamina pada sebagian aset milik Roc Oil Company Ltd di Basker Manta Gummy, Australia. Belakangan muncul dugaan penyimpangan karena dianggap tidak sesuai dengan studi kelayakan dan kajian mendalam yang harus disetujui dewan komisaris. Karen dianggap merugikan negara 31,4 juta dollar AS karena investasi tidak menguntungkan Pertamina.
Apakah tindakan itu hanya kesalahan prosedur atau ada nuansa korupsinya, itu ranah penegak hukum di pengadilan.
Namun, seingat saya, selama menjadi Dirut Pertamina, Ibu Karen Agustiawan termasuk Dirut Pertamina yang berprestasi. Beliau membuat terobosan saat mengakuisisi lapangan BP Petroleum OnWJ—On West Java—dengan strategi bedol desa: semua karyawan yang berprestasi tetap dipekerjakan dengan remunerasi yang tidak berubah sehingga etos kerja bangkit.
Kebijakan tersebut telah menaikkan produksi migas di perusahaan yang diambil alih. Semula produksi crude oil hanya 18.000 barel per hari menjadi 35.000 barel per hari. Produksi gas juga meningkat tajam.
Ironis jika gara-gara investasi yang merugikan, seorang Direktur Utama Pertamina langsung kena pidana. Ini menjadi preseden buruk direksi BUMN dalam mengambil kebijakan, kecuali ada faktor melanggar undang-undang dan korupsi.
Deniarto Suhartono
Kompleks Pertamina Pondok Ranji,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar