KOMPAS/SATRIO PANGARSO WISANGGENI

Perwakilan petani dari 15 provinsi mendesak pemerintah segera melakukan reforma agraria yang lebih komprehensif dalam acara pembukaan Global Land Forum 2018, di Bandung, Senin (24/9/2018) pagi.

Begitu panitia mengumumkan Presiden Joko Widodo baru saja menandatangani Peraturan Presiden tentang Reforma Agraria, tepuk tangan peserta Global Land Forum (GLF) bergemuruh di Gedung Merdeka, Bandung, 24 September 2018.

Pengumuman ini dilakukan saat International Land Coalition menyerahkan penghargaan atas pengabdian sepanjang hayat kepada empat tokoh pemikir dan aktivis agraria di Asia. Salah satu tokoh yang mendapat penghargaan ialah Gunawan Wiradi (86 tahun), sang mahaguru reforma agraria dari Institut Pertanian Bogor. GLF 2018 dihadiri sekitar 1.000 orang dari 84 negara.

Terbitnya Perpres No 86/2018 ini menjadi kejutan manis di Hari Tani Nasional. Seperti diketahui, 24 September, melalui Keppres No 169/1963, diingat sebagai Hari Tani Nasional untuk mengenang terbitnya UU No 5/1960 tentang Pokok-pokok Agraria yang mengamanatkan pelaksanaan reforma agraria.

Wujud komitmen

Sebelumnya, Presiden Jokowi berjanji segera menerbitkan Perpres Reforma Agraria. Saat membuka Rembuk Nasional Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial serta GLF di Istana Negara, Presiden mengatakan, "Mengenai Perpres Reforma Agraria, tadi pagi saya cek, sudah mutar, tapi belum sampai meja saya. Tadi saya bisiki Pak Menko, seminggu lagi harus selesai," ujarnya, 20 September 2018. Belum seminggu, Presiden menepatinya.

Arti penting Perpres Reforma Agraria adalah wujud komitmen politik pemerintah yang digaungkan sejak 2014. Dalam Nawacita, Jokowi-Jusuf Kalla menjanjikan reforma agraria dalam bentuk redistribusi tanah bagi rakyat miskin.

Peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia mensyaratkan keadilan pemilikan dan penguasaan tanah rakyat.

Kehadiran perpres ini dimaksudkan mengatasi sumbatan-sumbatan dalam pelaksanaan redistribusi tanah, legalisasi atau sertifikasi tanah obyek reforma agraria, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Selama ini hambatan regulasi kerap dikeluhkan jajaran birokrasi yang bertugas menjalankan kegiatan-kegiatan seperti ditugaskan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2017, 2018, dan 2019. Perpres Reforma Agraria mengikis kebuntuan, menembus tembok penghalang, dan mengembangkan sinergi. Reforma agraria agar disinkronisasi dengan perhutanan sosial, pembangunan desa, dan kedaulatan pangan.

Lebih lanjut, perpres ini mengobarkan semangat dan harapan rakyat, khususnya kalangan yang selama ini memperjuangkan keadilan agraria. Pemerintah telah bertindak nyata dalam melindungi dan membenarkan perjuangan rakyat atas tanah.

Segala perjuangan rakyat—petani, nelayan, buruh, kaum miskin kota, dan masyarakat adat—untuk menghadirkan keadilan agraria adalah benar adanya. Konflik agraria ditangani dan diselesaikan. Kriminalisasi dihentikan.

Kerja nyata

Setelah Perpres Reforma Agraria terbit, tantangan baru segera datang. Pemerintah, khususnya kementerian-kementerian terkait, mestilah segera berkonsolidasi. Kementerian-kementerian tersebut harus menyatukan gerak langkah melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam bingkai gugus tugas reforma agraria.

Di provinsi, para gubernur pun ditantang segera membentuk dan mengembangkan gugus tugas reforma agraria provinsi agar fungsi-fungsi operasional reforma agraria dapat dilakukan secara sinergis oleh jajaran pemerintah di level provinsi. Demikian halnya para bupati/wali kota di tingkat kabupaten/kota segera membentuk gugus tugas untuk mengalirkan kegiatan reforma agraria hingga ke level kecamatan, desa/kelurahan, dan di lapangan.

Hal krusial yang pertama bagi jajaran pemerintah adalah menyediakan kelembagaan gugus tugas reforma agraria di setiap level pemerintahan. Idealnya, hal ini didukung oleh komitmen politik gubernur dan bupati/wali kota yang tecermin dalam RPJMD, APBD, dan RKP-nya. Dengan demikian, komitmen politik Presiden melalui Perpres Reforma Agraria segera disambut oleh komitmen para menteri dan pimpinan pemerintahan di daerah. Reforma agraria sebagai agenda bangsa dan negara dijalankan semua unsur pemerintahan.

Adapun tantangan bagi kalangan masyarakat, khususnya organisasi-organisasi rakyat yang berjuang untuk mengatasi ketimpangan dan konflik, ialah memosisikan Perpres Reforma Agraria sebagai alat baru untuk bekerja bersama pemerintah di semua level guna menjalankan kegiatan redistribusi tanah, legalisasi tanah, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Penulis tak menyarankan pegiat reforma agraria berdebat berkepanjangan mengenai isi naskah perpres. Tak akan pernah ada kesempurnaan dalam teks regulasi buatan manusia.

Penulis mengajak para pegiat untuk bertemu, berdiskusi, dan membangun kesepahaman serta kesepakatan dengan pemerintah. Saatnya bekerja nyata menjalankan beragam kegiatan dalam menjawab tuntutan rakyat yang sudah lama menanti: atasi ketimpangan dan konflik.