Rumah sakit merupakan tempat bagi seseorang mencari kesembuhan dari penyakit yang sedang dialami. Penyakit tersebut bisa saja cukup berat atau masih ringan. Rumah sakit menerima pasien yang sedang didera suatu penyakit.
Dokter dan paramedis di rumah sakit itu menangani pasien agar bisa cepat sembuh. Organ rumah sakit ini terdiri dari tenaga paramedis, dokter, dan pegawai rumah sakit di bagian administrasi.
Risiko yang dihadapi rumah sakit bisa dikategorikan ke dalam beberapa kelompok, yaitu risiko bisnis, risiko reputasi, risiko operasional, dan risiko hukum. Risiko bisnis merupakan risiko yang dihadapi perusahaan ketika perusahaan tidak bisa menjual produk yang dihasilkan karena tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitarnya.
Risiko bisnis merupakan risiko perusahaan menghadapi bisnis yang sedang dikerjakan rumah sakit. Risiko bisnis ini misalnya terjadi ketika tidak ada pasien yang datang ke rumah sakit.
Risiko ini bisa terjadi sebelum tahun 2011 karena belum berlakunya jaminan sosial kesehatan. Perusahaan pun harus melakukan reformasi terkait dengan tunjangan kesehatan dan tunjangan hari tua para pekerja.
Saat ini persoalan pasien yang datang ke rumah sakit tidak menjadi masalah utama bagi rumah sakit. Masyarakat sudah berlomba ke rumah sakit atas adanya undang-undang tersebut. Bahkan, sakit yang sederhana (bisa diobati sendiri) juga sudah membuat masyarakat datang ke rumah sakit.
Persoalan yang timbul, pembayaran pasien umumnya melalui program jaminan sosial (BPJS), yang kini selalu dikeluhkan sangat terlambat. Keluhan ini bisa juga disebabkan pelaporan yang dilakukan rumah sakit belum sesuai dengan kesepakatan yang dilakukan sebelumnya.
Oleh karena itu, pengelola rumah sakit juga harus bekerja sama dengan pengelola BPJS agar pembayaran bisa dilakukan secepatnya. Pengelola BPJS sebaiknya melakukan pertemuan dan menjelaskan kepada pengelola rumah sakit kenapa belum dilakukan pembayarannya. Kerja sama yang baik antara pengelola BPJS dan pengelola rumah sakit akan mendorong adanya efisiensi di sektor kesehatan ini.
Kerja sama tersebut juga bisa membuat perencanaan bidang kesehatan lebih baik. Persoalan kesehatan yang ada saat ini dan kemungkinannya di masa mendatang dapat dimonitor.
Pengelola rumah sakit perlu juga membuat diversifikasi mengenai pasien dari rumah sakitnya. Pengelola rumah sakit juga perlu mendapat pasien melalui perusahaan yang telah bekerja sama dengan perusahaan asuransi, yang pembayarannya lebih pasti, sehingga pengelolaan risiko arus kas perusahaan bisa lebih baik.
Salah satu risiko operasional yang sangat perlu dilakukan terkait dengan paramedis dan dokter rumah sakit. Risiko terkait SDM ini pada ujungnya akan berakibat pada risiko reputasi dan bisa membuat rumah sakit tutup. Banyak terdengar bahwa paramedis dan dokter melakukan pekerjaannya sangat tidak sesuai dengan waktu yang wajar sehingga kelelahan.
Paramedis dan dokter perlu dijadwalkan dengan baik agar tidak terjadi risiko yang tidak diinginkan, seperti berujung pada malapraktik.
Dokter, misalnya, hanya bisa melakukan operasi tidak lebih dari tiga pasien sehari supaya bisa melayani pasien yang lain. Dengan terbatasanya operasi yang ditangani, dokter bisa selalu prima sehingga kesalahan yang dilakukan semakin berkurang.
Dokter juga perlu mendapatkan edukasi untuk meningkatkan keahlian agar pelayanan menjadi prima dan mengurangi risiko yang dihadapi.
Pelayanan rumah sakit di front-office sering juga menjadi keluhan pasien. Kadang pegawai rumah sakit yang melayani pasien tidak di tempat dan kurang pemahaman yang mendalam atas produk rumah sakit.
Apabila petugas pelayanan tidak ada di tempat, sebaiknya ia meninggalkan informasi dengan mencantumkan kata-kata pada kertas, misalnya masih urusan administrasi dalam 10 menit.
Informasi ini membuat pihak yang datang memahami apa yang akan dilakukan. Pengelola rumah sakit perlu melakukan edukasi kepada staf yang bukan paramedis, yakni staf yang melayani pasien di front-office.
Risiko reputasi merupakan risiko yang membuat perusahaan kehilangan reputasi sehingga rumah sakit mengalami kebangkrutan. Salah satu contoh yang menarik tentang hal ini misalnya rumah sakit di mana terjadi kasus kehilangan bayi membuat berbagai pihak tidak mau lagi datang ke tempat tersebut. Demikian pula adanya tuntutan pasien akibat salah memberikan obat ataupun salah diagnosis.
Jika pasien merasa kecewa atas pelayanan yang diberikan, hal itu bisa membuat pasien kalap dan mengundang risiko bagi rumah sakit. Risiko reputasi ini sangat perlu dijaga oleh pengelola rumah sakit sehingga kemungkinan rumah sakit untuk ditutup tidak terjadi. Risiko yang dihadapi rumah sakit ini bisa membuat perusahaan mengalami kerugian sangat besar.
Lemahnya pengelolaan risiko bisa membuat rumah sakit akan bisa mengalami kerugian maksimum sebesar nilai ekuitasnya. Akan tetapi, kemungkinan rumah sakit mengalami kerugian lebih besar dari nilai ekuitasnya.
Besaran nilai ekuitas rumah sakit bergantung pada modal setor dari bank tersebut dan juga laba bersih yang diperoleh, bahkan dividen yang diberikan oleh perusahaan. Apabila perusahaan tidak pernah membagikan dividen sejak beroperasi, maka nilai ekuitas akan meningkat terus. Hal ini juga menyatakan besarnya risiko yang bisa ditanggung oleh perusahaan.
Oleh karena itu, perusahaan harus mengelola risiko dengan membuat mitigasi risiko sehingga risiko yang dibayar atau dipersiapkan tidak melebihi nilai ekuitas. Tindakan rumah sakit dalam pengelolaan risiko melalui pengelompokan kemungkinan terjadi dan besaran kerugian sangat penting.
Salah satu tindakan adalah melakukan transfer risiko dengan membayar premi jika kemungkinan risiko sangat kecil dan dampaknya tinggi. Apabila frekuensi kejadian risiko sangat tinggi dan besaran atau dampak risiko sangat kecil, maka mengurangi risiko harus dilakukan karena sudah tahu frekuensinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar