Harapan publik itu wajar saja. Respons simpatik datang dari Arsul Sani, Ketua Harian Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, seperti dikutip Kompas, 23 November 2018. Arsul mengatakan, "Agar DPR tidak terus dicurigai, kegiatan anggota DPR di dalam dan di luar gedung DPR seharusnya dibuka agar bisa diawasi publik."
Hadir dalam rapat dan bersuara menyampaikan aspirasi konstituen adalah tugas utama anggota DPR. Mereka hadir mewakili rakyat. Rakyat pula yang mengantarkan mereka menyandang sebutan "Yang Terhormat" dan mendapat uang kehormatan. Jadi, ketika anggota DPR tidak pernah hadir dalam rapat DPR, tidak pernah terdengar suaranya untuk membela kepentingan pemilih, sebenarnya hal itu merupakan pengkhianatan terhadap rakyat.
Sejarah mencatat, citra DPR tidak kunjung membaik. Berdasarkan jajak pendapat Kompas, Agustus 2018, hanya 35,7 persen responden yang menilai citra DPR baik. Pembuatan undang-undang—yang harus melibatkan pemerintah—belum memuaskan publik. Kerja pengawasan belum terlalu optimal.
Dari data yang ada, setidaknya 511 dari 560 anggota DPR 2014-2019 ikut berkontestasi lagi dalam Pemilu 2019. Ketika mayoritas anggota DPR 2014-2019 mencalonkan diri kembali, sangat wajar jika publik menghendaki agar kinerja anggota DPR itu dibuka. Membuka tingkat kehadiran anggota DPR dalam berbagai rapat adalah sebuah keniscayaan politik.
Publik harus mengetahui apakah anggota DPR telah bekerja untuk mengartikulasikan kepentingan pemilih atau tidak. Dari data KPU, 7.968 calon anggota legislatif akan kembali berkontestasi dalam pemilihan anggota legislatif. Jajak pendapat Kompas, 14-15 November 2018, menunjukkan, tingkat pengenalan anggota DPR masih sangat rendah.
Kita mendorong pimpinan DPR atau Sekretariat Jenderal DPR membuka rekam jejak anggota DPR kepada publik. Rekam jejak menyangkut kehadiran dan voting record mereka. Publik juga harus mengetahui bagaimana posisi politik anggota DPR terhadap berbagai isu. Apakah posisi politik anggota DPR sejalan dengan aspirasi politik pemilih atau justru menyimpang? Kepada KPU, kita juga mendorong agar mengumumkan kepada publik caleg-caleg bekas koruptor.
Ketua DPR Bambang Soesatyo sebenarnya sudah mencoba mendekatkan DPR dengan rakyat melalui aplikasi DPR Now. Aplikasi itu bisa dikembangkan untuk memonitor aktivitas anggota DPR—kehadiran, pendapat, voting record, dan interaksi DPR dengan rakyat—sehingga anggota DPR kian dekat dengan rakyat dan tidak semakin teralienasi dengan rakyat pemilihnya.
Di era demokrasi digital, interaksi antara pemilih dan anggota DPR menjadi sangat mudah. Anggota DPR bisa memanfaatkan kekuatan digital untuk berkonsultasi dengan pemilih di daerah pemilihan dan melaporkan kerja politiknya ke pemilih. Kembali ke tema utama, mengumumkan anggota DPR pembolos akan memperbaiki kualitas DPR pada masa mendatang.
Kompas, 24 November 2018
#tajukrencanakompas
#kompascetak
#kinerjaDPR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar