Ada dorongan cukup kuat pasca- pembunuhan wartawan Jamal Khashoggi untuk mendesak pihak- pihak yang berkonflik di Yaman agar duduk di meja perundingan.
Apa kaitan antara kasus pembunuhan wartawan Arab Saudi Jamal Khashoggi di konsulat negara itu di Istanbul, Turki, 2 Oktober lalu, dan konflik di Yaman? Kedua peristiwa seolah tak berkaitan. Namun, ada benang merah yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong perdamaian di Yaman, yaitu faktor Arab Saudi.
Dalam kasus pembunuhan Khashoggi, Riyadh mengakui bahwa aksi itu dijalankan tim operasi intelijen negara. Sebanyak 11 orang telah didakwa oleh jaksa dengan lima di antaranya diancam hukuman mati.
Yang masih menjadi perdebatan, meski berkali-kali ditepis oleh Riyadh, adalah apakah Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman terlibat—atau setidaknya tahu—dalam pembunuhan Khashoggi. Dalam perang di Yaman, peran Pangeran Mohammed sudah tak terbantahkan. Dialah arsiteknya.
Dua pertimbangan itu pula—pembunuhan Khashoggi dan perang di Yaman—yang menjadi alasan Denmark menghentikan ekspor senjata ke Arab Saudi. Tekanan tak kunjung surut terhadap Arab Saudi, terutama kepada Pangeran Mohammed, memberi momentum bagi Amerika Serikat dan Barat untuk menekan Riyadh agar mewujudkan perundingan damai antara kubu Presiden Abdurabbuh Mansour Hadi dan Houthi di Yaman.
Dalam konflik di Yaman, Arab Saudi adalah pelindung Hadi. Sejak Maret 2015, Riyadh memimpin pasukan koalisi negara Arab yang menggempur kelompok Houthi lewat serangan udara untuk membantu pasukan dan milisi pro-Hadi. Houthi, aliansi Iran, menggulingkan Hadi dan menguasai ibu kota Sana'a tahun 2014. Hampir empat tahun sejak Arab Saudi turut menyerang, perang tidak mereda. Beberapa kali gencatan senjata plus upaya perundingan di Swiss dilakukan, tetapi tak membuahkan hasil.
Padahal, dampak tragedi kemanusiaan akibat perang sudah tak bisa ditoleransi. Berdasarkan data PBB tahun 2016, lebih dari 10.000 orang tewas. Lembaga Save the Children memperkirakan, sejak 2015, 85.000 anak balita kelaparan hingga meninggal. Sekitar 14 juta warga Yaman kini berada di ambang bencana kelaparan.
Seperti diberitakan oleh harian ini, Jumat (23/11/2018), AS dan PBB mencoba menggulirkan kembali perundingan damai antara kubu Hadi dan kelompok Houthi. Perundingan dijadwalkan awal Desember mendatang di Swedia. Utusan Khusus PBB untuk Yaman Martin Griffiths, Kamis lalu, menemui Pemimpin Houthi Abdulmalik al-Houthi di Sana'a. Pada Jumat, perjalanan Griffiths berlanjut ke Hodeidah, kota di tepi Laut Merah di sisi barat Yaman, salah satu titik medan pertempuran sengit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar