Pertarungan May yang sesungguhnya justru baru dimulai. Ia harus memperoleh persetujuan Majelis Rendah Inggris agar draf kesepakatan bisa disahkan. Menurut rencana, draf itu akan dibawa ke parlemen pada pertengahan Desember.
Situasinya tidak membuat optimistis. Gambarannya sebagai berikut. Di tubuh Partai Konservatif, ada 40-50 pendukung hard Brexit yang dikomandoi oleh mantan menlu Boris Johnson, yang akan menolak kesepakatan. Alasannya, draf kesepakatan itu membuat Inggris tetap "dijajah" oleh UE. Adapun kubu Konservatif yang pro-Eropa juga tetap tidak puas. Alasan mereka, apa yang diperoleh Inggris saat ini lebih baik dari apa yang tertuang dalam draf kesepakatan.
Partai Unionis Demokratik (DUP) yang menjadi mitra koalisi pemerintahan May telah menyatakan akan menolak draf kesepakatan karena tidak setuju dengan penyelesaian isu perbatasan Irlandia Utara. Partai Nasional Skotlandia yang dipimpin Nicola Sturgeon dan Partai Demokrat Liberal juga akan menolak draf kesepakatan.
Bagaimana dengan kubu oposisi? Partai Buruh yang mayoritas pro-Uni Eropa dalam referendum tahun 2016 kemungkinan juga akan menolak. Alasan itu didasari oleh peluang politik yang terbuka saat ini. Seandainya terjadi penolakan parlemen terhadap draf kesepakatan, kemungkinan besar posisi May guncang. Partai Buruh tentunya berharap akan terjadi percepatan pemilu. Berdasarkan hasil pemilu Juni 2017 yang hasilnya ialah Konservatif kehilangan mayoritas di parlemen, kans Buruh untuk meraih kursi lebih besar tetap terbuka.
Dengan kondisi seperti itu, di atas kertas May akan sulit meraih dukungan. Namun, dalam politik apa pun bisa terjadi. May kemungkinan akan memainkan kartu "chaos" untuk meyakinkan para pendukungnya, yaitu jika Inggris sampai keluar UE tanpa kesepakatan, ekonomi Inggris akan hancur.
Adapun kepada para pembangkang yang pro-hard Brexit, May bisa memainkan kartu "referendum kedua", yaitu jika referendum Brexit kedua terlaksana, bisa jadi cita-cita Inggris untuk berpisah dari UE kandas.
May juga akan meminta rakyat Inggris berpikir keras, seandainya pemilu terjadi dan Partai Buruh menang, apakah rakyat Inggris bersedia dipimpin Jeremy Corbyn dalam memasuki era baru yang krusial? Pertimbangan itu membuat peluang parlemen menolak atau menerima masih fifty-fifty.
Uni Eropa sudah menegaskan, jika Inggris berasumsi bisa memperoleh kesepakatan yang "lebih baik" dengan menolak draf yang ada, asumsi itu salah. UE tidak akan membuka ulang dan menegosiasikan lagi draf kesepakatan setebal 585 halaman yang secara legal mengikat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar