Indonesia ditakdirkan sebagai bangsa beragam. Terdiri dari sekitar 1.300 suku, lebih dari 700 bahasa daerah, lebih kurang 200 aliran kepercayaan, 6 agama, serta jumlah penduduk nomor empat terbesar dunia yang tersebar di sekitar 17.000 pulau. Keragaman, terutama yang melekat secara kodrati (suku) dan keyakinan (agama dan kepercayaan), bagi beberapa bangsa tertentu justru musibah yang mengoyak-ngoyak bangsa bersangkutan hingga berkeping-keping. Namun, bangsa Indonesia mampu merawat persatuan dan kesatuan sekaligus memelihara keragaman.
Kepiawaian mengelola nilai-nilai mulia tersebut mengundang decak kagum berbagai kalangan. Sejarah politik Indonesia modern pascakemerdekaan yang sarat dengan berbagai konflik, termasuk ideologis, dapat diatasi dengan cara-cara bermartabat. Tidak aneh ada ungkapan yang sering terlontar bahwa Indonesia adalah bangsa ajaib (phenomenon) atau Indonesia adalah gejala keajaiban (miracle) (antara lain Indonesia's Democratic Miracle, Kishore Mahbubani, 2008).
Namun, harus diakui, setiap menghadapi krisis, masyarakat juga sering dihantui perasaan gelisah, cemas, dan waswas. Sejak Pemilu 2014 sampai menjelang Pemilu 2019, misalnya, masyarakat tidak jarang merasa miris karena—kontestasi politik yang seharusnya menjadi kesempatan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi untuk bergembira dalam ajang pesta demokrasi—justru disuguhi ungkapan kebencian, dusta, serta ujaran-ujaran yang mengumbar rasa cemas dan ketakutan. Misalnya, pemilu adalah Perang Badar, Armageddon (perang di akhir dunia antara kebaikan dan kejahatan, antara Tuhan dan raja dunia), Bharatayudha (perang sesama darah barata), dan sebagainya.
Ungkapan terakhir mengingatkan lakon gugurnya Duryudana, Raja Astina, yang merupakan lambang keangkaramurkaan yang mati melawan Bima (simbol kebenaran). Dalam keadaan sekarat, alih-alih menyadari gelimang dosa dan segala tabiat buruknya, Duryudana malah mengejek Bima. Katanya, Bima itu manusia bodoh, sebenarnya Pandawa-lah yang kalah, bukan Kurawa. Ini karena, meskipun Duryudana dan seluruh Kurawa mati, mereka telah hidup bergelimang kemewahan dan telah puas mereguk kenikmatan. Sebaliknya, Pandawa, meskipun menang, sejak lahir sampai mendekati ajal, selalu sengsara, serba kekurangan, serta hidup tidak menentu. Kemenangan tidak berguna karena kekayaan sudah ludes untuk ongkos perang.
Bima termangu oleh ocehan Duryudana. Ia tersentak sadar setelah Batara Kresna menasihati bahwa yang dikatakan Duryudana benar, tetapi benar untuk dirinya sendiri. Sebagai ksatria, yang lebih penting dan utama adalah kebenaran yang berguna bagi orang banyak dan memuliakan kehidupan. Oleh sebab itu, ungkapan yang terlalu bersemangat dalam kampanye Pemilu 2019, tetapi membakar naluri primitif dengan iming-iming sensasi kenikmatan sehingga dapat menghancurkan peradaban kontestasi politik sebaiknya dihindari.
Kembali kepada isu "negara ajaib". Salah satu fenomena yang dikagumi, terutama oleh masyarakat internasional, adalah kekenyalan rakyat Indonesia yang mayoritas Muslim masih dapat mempertahankan, merawat, serta terus berproses menjadi negara demokrasi. Karena Islam di Indonesia berbeda dengan Islam di Timur Tengah. Indonesia sebagai masyarakat yang sangat plural dan kompleks mampu eksis serta selalu dapat mengatasi krisis karena ditopang antara lain oleh dua tiang penyangga utama bangsa dan negara, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Kedua organisasi itu sejak awal kemerdekaan berkonsensus membentuk Indonesia sebagai negara kesepakatan (republik).
Hal itu ditegaskan lagi oleh Rais Aam Pengurus Besar NU KH Ma'ruf Amin pada 2017 bahwa negara Indonesia merupakan darul ahdi (negara kesepakatan), bukan darul (negara) Islam, bukan darul kufri (kafir), bukan darul harbi (perang), tetapi negara kesepakatan. Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah, juga menegaskan dalam Muktamar Muhammadiyah ke-47 tahun 2015, negara Pancasila merupakan darul ahdi wa syahadah. Intinya, negara tempat melakukan konsensus (kesepakatan). Seluruh elemen bangsa harus mengisi menjadi negara yang maju, makmur, adil, dan bermartabat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar