KOMPAS/ANTONY LEE

Petugas Komisi Pemilihan Umum memberi contoh beberapa desain surat suara yang akan digunakan pada Pemilu 2019 kepada perwakilan KPU kabupaten/kota serta KPU provinsi yang meluangkan waktu melihat-lihat pameran logistik pemilu yang menjadi bagian dari Rapat Koordinasi Nasional KPU di Ancol, Jakarta, Sabtu (17/11/2018). Rapat koordinasi pemantapan penyelenggaraan Pemilu 2019 itu diikuti sekitar 3.500 peserta yang terdiri dari 514 KPU kabupaten/kota serta 34 KPU provinsi.

Sebagai pelaksanaan kedaulatan rakyat, pemilu adalah metode memilih wakil rakyat (dalam negara yang mengadopsi bentuk pemerintahan parlementer) atau memilih wakil rakyat dan kepala pemerintahan, baik pada tingkat nasional maupun lokal (di negara yang mengadopsi bentuk pemerintahan presidensial).

Yang ikut serta dalam pemilu untuk mendapatkan jabatan wakil rakyat dan kepala pemerintahan itu terdiri atas sejumlah peserta pemilu, baik itu partai politik, pasangan calon, ataupun perseorangan. Karena itu, pemilu dapat pula dirumuskan sebagai persaingan antarpeserta pemilu untuk memperebutkan jabatan wakil rakyat dan jabatan kepala pemerintahan.

Persaingan antarpeserta pemilu tersebut dilakukan melalui kampanye pemilu. Kampanye pemilu, karena itu, merupakan persaingan antarpeserta pemilu untuk meyakinkan para pemilih agar memilih mereka menjadi wakil rakyat ataupun kepala pemerintahan. Sesuai dengan fungsinya sebagai penggerak demokrasi perwakilan, parpol menyiapkan calon pemimpin untuk kemudian diseleksi dan ditawarkan kepada pemilih pada masa kampanye pemilu.

Parpol juga merumuskan rencana kebijakan publik berdasarkan aspirasi rakyat yang sudah dikaji secara mendalam yang perumusannya dituntun oleh ideologi partai untuk kemudian ditawarkan kepada pemilih pada masa kampanye pemilu.

Karena itu, sebagai penggerak demokrasi perwakilan dan jembatan antara rakyat dan negara, partai politik peserta pemilu (P4) seharusnya berusaha meyakinkan pemilih dengan menawarkan rencana kebijakan publik (visi, misi, dan program) yang tepat (sound policy) dan menawarkan calon yang memiliki rekam jejak berintegritas dan kompetensi yang sudah teruji.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menetapkan sejumlah metode kampanye pemilu yang dapat digunakan oleh peserta pemilu. Empat bentuk kampanye pemilu sudah dapat dilaksanakan sejak tiga hari setelah penetapan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, serta pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Keempat bentuk kampanye pemilu tersebut adalah pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye pemilu kepada umum, dan pemasangan alat peraga di tempat umum. Pemasangan iklan kampanye pemilu di media cetak, media elektronik dan internet, serta rapat umum dapat dilaksanakan selama 21 hari yang akan berakhir dengan mulainya masa tenang.

Pengadaan dan pemasangan alat peraga kampanye pemilu, pemasangan iklan kampanye di media massa, dan pelaksanaan debat antarpasangan calon difasilitasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) berdasarkan anggaran dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dari segi pelaksana, pesan, dan pembiayaan kampanye, kampanye untuk pemilu anggota DPR dan DPRD pada Pemilu 2019 dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, kampanye yang dilakukan P4 sebagai institusi akan menggunakan bentuk kampanye: (a) iklan kampanye pemilu melalui media cetak, media elektronik dan internet, (b) pemasangan alat peraga kampanye, dan (c) penyebarluasan materi kampanye. Ketiga bentuk kampanye ini difasilitasi KPU bersumberkan dari anggaran APBN.

Hal inilah yang membedakan kampanye Pemilu 2019 dari kampanye Pemilu 2009 dan 2014 karena pada dua pemilu sebelumnya kampanye pemilu hanya dilakukan para calon dengan biaya sendiri. Untuk memenuhi persyaratan, setiap P4 sudah mengajukan visi, misi, dan program kepada KPU. Hal inilah yang akan menjadi materi kampanye pemilu dari setiap P4.

Kedua, kampanye yang dilakukan calon anggota DPR dan DPRD yang menggunakan bentuk kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, dan pemasangan alat peraga kampanye. Penggunaan ketiga bentuk kampanye ini menggunakan dana sendiri. Karena masa kampanye begitu panjang, tampaknya para calon anggota DPR, DPD, dan DPRD tidak secara langsung "tancap gas" melakukan kampanye.

Sebagaimana dapat disaksikan di berbagai tempat umum, para calon anggota DPR, DPD, dan DPRD sudah mulai melakukan kampanye dalam bentuk pemasangan poster yang berisi foto calon dan ajakan memilih calon tersebut. Berbeda dengan kampanye pemilu sebelumnya, poster yang dipasang oleh calon anggota DPR dan DPRD dewasa ini disertai foto pasangan calon presiden dan wakil presiden yang didukung oleh calon tersebut.

Rupanya para calon juga percaya tesis ilmuwan politik tentang coattail effect (pemilih akan mencoblos nama calon anggota DPR dari parpol yang mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden yang dipercaya/dipilih pemilih).

Visi, misi, dan program sebagai materi kampanye

Sesuai dengan amanat UU No 7/2017 tentang Pemilu, setiap calon wajib menggunakan visi, misi, dan program partai sebagai materi kampanye. Pada Pemilu 2014, amat sangat jarang seorang calon anggota DPR dan DPRD menggunakan visi, misi, dan program partai untuk meyakin pemilih melalui pertemuan terbatas dan pertemuan tatap muka. Yang terjadi pada Pemilu 2009 dan terutama Pemilu 2014 sebagian besar calon melaksanakan kampanye dengan pesan agenda pribadi. Itulah sebabnya jarang sekali anggota DPR dan DPRD yang memahami visi, misi, dan program partai.

Mengapa para calon tidak menggunakan visi, misi dan program partai sebagai materi kampanye untuk meyakinkan pemilih? Pertama, rumusan visi, misi, dan program partai terlalu umum karena hanya berisi preskripsi ideal suatu negara, tetapi tanpa program konkret terukur untuk mencapainya. Dalam visi, misi, dan program ditampilkan masalah kemiskinan, daya beli rakyat turun, pengangguran, dan kesenjangan, tetapi tidak disertai program konkret untuk mengatasi kemiskinan, pengangguran, turunnya daya beli, dan kesenjangan tersebut.

Kedua, rumusan visi, misi, dan program kurang konkret dan terukur karena P4 tak mengetahui dan memahami permasalahan yang dihadapi konstituen. P4 tidak memahami permasalahan nyata yang dihadapi konstituen karena P4 tidak melaksanakan fungsi representasi politik. P4 dan anggota DPR dan DPRD kurang memahami kemiskinan macam apakah yang dialami warga masyarakat, pola pengangguran macam apa yang dihadapi, mengapa daya beli warga masyarakat turun, dan kesenjangan macam apakah yang terjadi dalam masyarakat karena tidak melaksanakan fungsi representasi politik secara substansial.

P4 di DPR dan DPRD secara formal mengklaim melaksanakan fungsi representasi politik, bahkan menuntut dana representasi, hanya karena mendapat kursi di DPR dan DPRD melalui pemilu.

Ketiga, karena sebagian besar calon anggota DPR dan DPRD bukan hasil kaderisasi (tentang ideologi partai, berbagai jenis kompetensi politik, seperti kemampuan meyakinkan orang lain) berjenjang secara sistematis. Dengan demikian, mereka tidak hanya tidak memiliki kepekaan ideologis karena ideologi partai hanya berupa berwujud tontonan (tanda gambar, warna, foto tokoh, dan nomor urut), tetapi juga cenderung menghindari kampanye substansial dan lebih menggunakan metode kampanye pragmatis.

Keempat, para calon menganggap para pemilih "mata duitan" atau bisa "dibeli" sehingga yang ditawarkan oleh calon bukan program, melainkan uang dan bahan kebutuhan pokok. Sebagian besar bentuk kampanye pertemuan tatap muka tidak dilakukan oleh calon, tetapi oleh operator yang digaji sang calon.

Pertemuan tatap muka dari rumah ke rumah ini dilakukan beberapa kali dan yang terakhir menjelang hari pemungutan suara dengan jumlah uang dan bahan kebutuhan pokok yang lebih besar.

Hampir semua anggota DPR dan DPRD yang terpilih pada Pemilu 2014 mengklaim menghabiskan biaya bermiliar, bukan sekadar jutaan. Bentuk kampanye macam apakah yang memerlukan dana yang begitu besar kalau bukan "membeli" suara pemilih?

Seharusnya visi, misi, dan program P4 sama dengan visi, misi, dan program pasangan calon presiden dan wakil presiden yang didukung. Presiden dan DPR bersama-sama membuat UU dan APBN sehingga pemerintahan yang efektif akan dapat diwujudkan apabila agenda politik (rencana kebijakan publik) presiden sama dengan agenda politik P4 yang menjadi pengusul/pendukungnya di DPR.

Oleh karena itu, materi kampanye pemilu yang bersifat substansial akan dapat dilaksanakan para calon anggota DPR jika menggunakan visi, misi, dan program yang disusun oleh pasangan calon presiden dan wakil presiden yang didukung oleh partainya. Apabila pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan ternyata terpilih, dan P4 pendukung presiden mencapai mayoritas di DPR, salah satu faktor yang diperlukan untuk menciptakan pemerintahan presidensial yang efektif akan terwujud.

Beberapa catatan

Tiga catatan lain perlu dikemukakan di sini. Pertama, iklan kampanye pemilu dari setiap P4, alat peraga kampanye, dan penyebarluasan materi kampanye setiap P4 pada Pemilu 2019 niscaya tidak akan berisi pesan setiap calon, tetapi akan berisi pesan kampanye parpol sebagai institusi. Karakteristik ideologis setiap P4 seharusnya terlihat dengan jelas dalam pesan kampanye setiap P4.

Kedua, jumlah pengeluaran kampanye setiap calon tampaknya tidak akan berkurang karena kedua bentuk kampanye yang difasilitasi KPU/APBN tidak berisi kampanye setiap calon. Ketiga, bentuk kampanye rapat umum pada pemilu anggota DPR dan DPRD tahun 2014 tidak lagi digunakan sebagai media menyampaikan pesan kepada pemilih.

Bentuk kampanye rapat umum juga tidak akan digunakan oleh setiap calon anggota DPR dan DPRD pada Pemilu 2019 karena sebagian besar calon tidak mampu berbicara di depan umum (menjadi calon tanpa melalui kaderisasi berjenjang) sehingga lebih memilih cara yang pragmatis dalam bentuk kampanye pertemuan tatap muka (kampanye dari rumah ke rumah). Bentuk kampanye terakhir ini tidak perlu dilakukan oleh calon, tetapi didelegasikan kepada operator lapangan.

Jumlah anggaran yang dilaporkan cukup besar untuk biaya transportasi dan konsumsi peserta kampanye dan biaya pembuatan kenang-kenangan bagi peserta kampanye, tetapi rapat umum tidak pernah dilaksanakan pada Pemilu 2014. Anggaran yang dilaporkan untuk peserta kampanye rapat umum tampaknya digunakan untuk "membeli" suara pemilih melalui bentuk kampanye tatap muka.

Pemantau pemilu dan Bawaslu perlu memberi perhatian khusus pada praktik kampanye seperti ini.