AFP/ALAIN JOCARD

lampu-lampu hiasan natal terpasang memenuhi di pinggir jalan di sekitar Champs Elysees, Paris, Perancis, Kamis (22/11/2-018).

Kerusuhan yang melanda Paris adalah tantangan serius terhadap langkah Presiden Emmanuel Macron yang dinilai kian menjauh dari kepentingan rakyat jelata.

Selama beberapa pekan, Perancis dilanda aksi-aksi protes yang menentang kenaikan pajak bahan bakar minyak (BBM), yang merupakan langkah Macron untuk mengurangi pemanasan global. Puncaknya terjadi pada awal Desember 2018 saat gelombang unjuk rasa yang menyebut diri sebagai gerakan "Rompi Kuning" merangsek pusat kota Paris.

Sedikitnya 133 orang terluka dan 112 kendaraan bermotor hangus dibakar. Itu belum termasuk kerugian akibat penjarahan terhadap sejumlah toko, serta perusakan gedung ataupun bangunan bersejarah. Bentrokan yang keras dan agresif antara pengunjuk rasa dan pasukan antihuru-hara itu berlangsung di pusat kota Paris, di lingkungan Champs Elysees. Polisi sampai saat ini telah menahan lebih dari 400 orang.

Ini merupakan tantangan terberat Presiden Macron yang sejak awal kekuasaannya berupaya melakukan reformasi di berbagai bidang agar mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi Perancis yang stagnan. Macron melakukan reformasi di bidang transportasi, yang disambut dengan unjuk rasa oleh para pegawai kereta api. Di bidang pendidikan, disambut demonstrasi para mahasiswa, sementara reformasi undang-undang perburuhan disambut gelombang unjuk rasa serikat buruh.

"Rompi Kuning" merupakan simbol "rakyat jelata" karena rompi yang akan bersinar jika tersorot lampu itu wajib dimiliki oleh pengendara motor di Perancis. Ketika muncul pada pertengahan November lalu, gerakan ini langsung viral di media sosial. Dukungan untuk memprotes kebijakan Macron langsung meluas di seluruh pelosok Perancis.

Demonstrasi besar-besaran yang direncanakan digelar pada 1 Desember itu menarik seluruh kekuatan massa yang selama ini kecewa terhadap kebijakan reformasi Macron, seperti buruh, mahasiswa, pensiunan, dan ormas sipil. Tentu kubu oposisi dari ekstrem kanan (pimpinan Marine Le Pen) dan ekstrem kiri (Jean-Luc Melenchon) ikut meruncingkan suasana.

Namun, yang luput diantisipasi pihak keamanan adalah penyusupan para perusuh yang sudah terbiasa melakukan aksi protes yang brutal. Mereka inilah yang memprovokasi pembakaran, penjarahan, vandalisme, dan penyerangan terhadap petugas keamanan. Ujungnya adalah sebuah kerusuhan brutal yang membuat rakyat Perancis sendiri terkejut.

Dalam perkembangannya, Macron kemungkinan akan sepakat untuk menunda kenaikan harga BBM. Namun, sepertinya langkah ini tidak akan bisa memberhentikan aksi protes. Ini menjadi titik krusial yang melemahkan karier politik Macron ke depan. Ketika gerakan massa berhasil membatalkan sebuah kebijakan pemerintah, cara yang sama akan terus digunakan untuk menekan kebijakan lainnya.