Demam Bohemian Rhapsody masih melanda dunia hari-hari ini. Orang terus mengantre untuk menyaksikan film itu sementara lagu-lagu Queen terdengar di mana-mana. Freddie Mercury seakan hidup kembali.
Mercury yang meninggal karena AIDS, sempat menghadapi hari-hari sulit menjelang akhir hayatnya. Media mencecar perilakunya dan mantan manajernya, Paul Prenter, berkhianat dengan menyebarkan kehidupan pribadi Mercury ke publik.
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome dengan pemicu Human Immunodeficiency Virus. Populer disebut HIV, virus ini menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga terus menurun. Maka mereka yang terkena HIV juga semakin rentan infeksi pelbagai penyakit lain.
Dua puluh tujuh tahun lalu, ketika Mercury meninggal tahun 1991, HIV/AIDS memang belum ada obatnya. Dunia kedokteran bahkan masih terus berupaya memahami cara kerja virusnya dan mencegah jangan sampai seseorang disebut full blown AIDS—saat sistem kekebalan tubuh benar-benar lumpuh—sehingga infeksi ringan pun bisa menjadi masalah. Segala ketidaktahuan ini, akhirnya memicu stigma dan membuat pengidap HIV/AIDS dijauhi lingkungan sosialnya.
Hingga menjelang 40 tahun dunia mengenal HIV/AIDS, stigmatisasi ternyata masih terjadi. Harian Kompas(Selasa, 4/12/2018) memberitakan, stigmatisasi membuat anak-anak sulit mengakses pendidikan. Bahkan untuk anak negatif HIV, begitu ibunya membuka diri sebagai ODHA (Orang yang Hidup dengan AIDS), ia langsung dijauhi teman-teman sekolahnya. Oktober lalu, marak pemberitaan tentang pro kontra upaya pengucilan dan pengusiran tiga anak terinfeksi HIV/AIDS dari kawasan Samosir, Sumatera Utara.
Sebenarnya, HIV/AIDS sudah dapat diatasi setelah para ahli menemukan terapi antiretroviral (ARV) yang diperkenalkan dalam Konferensi AIDS XI di Vancouver, Kanada, 1996. Sejak saat itu, kasus penularan dan kematian akibat HIV/AIDS menurun signifikan di seluruh dunia.
Meski demikian, tidak semua orang paham status kesehatannya. Dalam Konferensi Pers Hari AIDS yang diperingati setiap 1 Desember, Kepala Subdirektorat HIV dan Infeksi menular Seksual Kementerian Kesehatan Endang Budi Hastuti mengatakan, ada sekitar 49.000 infeksi HIV baru di Indonesia. Kondisi ini membuat Indonesia menjadi tiga besar negara dengan kasus HIV baru bersama India dan China (Kompas, 4/12).
Namun, hanya 48 persen pengidap HIV di Indonesia yang mengetahui status mereka dan hanya 15 persen yang menjalani terapi ARV. Keprihatinan semakin mendalam, karena saat mengakses obat mereka tidak diedukasi. Akibatnya, pemahaman HIV/AIDS dan pentingnya menjalani terapi, tidak meningkat. Banyak juga yang tidak tahu, bahwa obat ARV ditanggung program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar