Perguruan tinggi merupakan lembaga yang mengoperasikan sebuah aktivitas yang kemudian meluluskan mahasiswa yang telah menyelesaikan mata kuliah dan karya tulis. Keberadaan mahasiswa merupakan faktor penting dalam mengoperasikan perguruan tinggi.
Jika mahasiswa tidak ada yang masuk setiap tahunnya, bisnis/jasa perguruan tinggi akan dipertanyakan. Apabila empat tahun berturut-turut tidak ada penerimaan mahasiswa, perguruan tinggi tersebut akan mengalami persoalan dan jika ingin tetap hidup, pengelolanya harus memutar otak agar bisa bertahan.
Risiko pertama yang harus dikelola perguruan tinggi adalah keberlangsungan masuknya mahasiswa baru. Apabila jumlah mahasiswa terus berkurang untuk masuk ke perguruan tinggi, pengelola harus menggerakkan semua tenaga yang dimiliki perguruan tinggi tersebut. Pengelola perguruan tinggi, baik yayasan maupun rektorat, harus bekerja sama agar jumlah mahasiswa bisa terus bertambah. Banyaknya mahasiswa yang masuk bukan saja tanggung jawab rektorat, melainkan juga tanggung jawab yayasan sebagai lembaga pemilik dan juga pengelola perguruan tinggi tersebut.
Perguruan tinggi harus bekerja sama dengan sekolah-sekolah yang menghasilkan lulusan untuk input di perguruan tinggi. Pengelola perguruan tinggi harus datang ke sekolah untuk bekerja sama dalam bidang administrasi ataupun pendidikan guru-gurunya.
Perguruan tinggi mempersiapkan sistem informasi sekolah tersebut sehingga sekolah mendorong lulusannya kuliah di perguruan tinggi tersebut. Sistem informasi yang dimaksudkan adalah pencatatan semua nilai murid sekolah tersebut yang tersimpan rapi dalam sebuah perangkat lunak, bahkan pembayaran gaji, pencatatan pengeluaran atas pengelolaan sekolah bisa dibantu perguruan tinggi tersebut. Artinya, sekolah akan sangat terbantu dengan adanya kerja sama tersebut. Bagi perguruan tinggi, ini merupakan proyek bagi dosen atau mahasiswa tingkat akhir yang sedang melakukan penulisan karya akhir untuk prodi sistem informasi dan prodi ilmu komputer.
Bentuk kerja sama ini juga bisa dibuat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam rangka memajukan sektor pendidikan kita. Apabila perguruan tinggi bisa bekerja sama yang baik dengan sekolah-sekolah, perguruan tinggi itu sedang membangun salah satu elemen reputasi terhadap perguruan tinggi tersebut.
Risiko reputasi merupakan salah satu faktor penting yang harus dikelola sebuah perguruan tinggi. Jumlah penerimaan mahasiswa yang berfluktuasi merupakan sebuah risiko bisnis yang dialami perguruan tinggi tersebut. Risiko bisnis ini menjadi tanggung jawab yayasan dan rektorat.
Perguruan tinggi swasta (PTS) yang sangat perlu mengelola risiko bisnis ini, sementara perguruan tinggi negeri (PTN) tidak perlu mengelola risiko reputasi ataupun risiko bisnis. Jumlah mahasiswa tidak pernah terpikirkan oleh rektor perguruan tinggi negeri. Sering kali rektor yang berasal dari PTN menjadi rektor PTS agak menemui persoalan tentang penerimaan mahasiswa baru.
Saat ini bagi PTN, penerimaan mahasiswa baru bukan menjadi persoalan penting yang harus diselesaikan karena khalayak umum sudah berlomba-lomba masuk PTN yang dianggap mempunyai kualitas terbaik, padahal tidak semua bisa benar.
Risiko operasional yang sangat penting harus dikelola perguruan tinggi agar perguruan tinggi tersebut bisa beroperasi dengan baik. Sistem presensi mahasiswa di kelas, misalnya, pada umumnya masih banyak menggunakan sistem manual sehingga juga merepotkan dosen dan juga ketika ada asesor yang datang untuk mengakreditasi perguruan tinggi tersebut. Kartu mahasiswa yang belum diterima mahasiswa sebelum perkuliahan dimulai sudah menjadi rahasia umum, padahal seharusnya kartu ini sudah diterima sebelum perkuliahan dimulai.
Pada kartu mahasiswa sudah harus dimasukkan sebuah cip yang berisikan semua informasi tentang mahasiswa tersebut. Perguruan tinggi bisa bekerja sama dengan sebuah bank untuk menciptakan kartu mahasiswa, yang mana kartu mahasiwanya berisikan cip yang dibutuhkan kedua belah pihak. Pihak bank yang diajak bekerja sama akan sangat senang apabila ada perguruan tinggi yang mau bekerja sama dengannya. Bisa dibayangkan, bank langsung bisa bertambah jumlah rekeningnya sebanyak jumlah mahasiswa yang masuk ke perguruan tinggi tersebut.
Pihak bank tidak begitu besar usahanya untuk mendapatkan rekening baru tersebut. Bagi perguruan tinggi, kerja sama ini bisa menjadi titik tolak untuk beroperasi secara sistem informasi. Kerja sama juga bisa dilanjutkan dengan pembayaran uang kuliah mahasiswa sehingga uang kuliah mahasiswa bisa masuk secara tepat waktu di rekening perguruan tinggi tersebut.
Kerja sama juga bisa dilakukan yang mana orangtua murid bisa melakukan pinjaman sebesar uang kuliah mahasiswa selama mahasiswa kuliah. Pembayaran uang kuliah dibayar orangtua mahasiswa dengan cicilan atas pinjaman yang dipotong dari gaji orangtua mahasiswa tersebut. Pekerjaan yang dilakukan hanya untuk persoalan kartu mahasiswa, tetapi sudah bisa menyelesaikan pembayaran uang kuliah mahasiswa.
Perguruan tinggi memberikan diskon uang kuliah kepada mahasiswa yang membayar sekaligus selama 4 tahun dengan cara pinjaman. Risiko arus kas keuangan perguruan tinggi akan teratasi dengan baik. Akibatnya, yayasan dan pengelola perguruan tinggi (rektorat) bisa konsentrasi pada persoalan
mengatasi risiko lain yang harus dihadapi.
Kartu mahasiswa yang memiliki cip di dalamnya diisi informasi yang dimiliki mahasiswa, baik mata kuliah yang diambil selama kuliah, termasuk nilai-nilai kuliah tersebut, maupun informasi presensi tentang diri mahasiswa sendiri. Yayasan dan perguruan tinggi harus mempersiapkan kartu mahasiswa ini secepatnya karena ini juga menandakan mahasiswa sudah terterima di perguruan tinggi tersebut.
Saat ini, beberapa bank sudah menerbitkan kartu flash, yang mana di dalamnya sudah terisi dana yang dimilikinya. Jika kartu itu ditambahkan informasi mahasiswa sehingga berbentuk kartu mahasiswa yang berisikan ada informasi di dalamnya ada dana, sangat menguntungkan berbagai pihak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar