Teman saya tak lagi mencintai pasangannya. Kemudian kami teman-temannya seperti kompor yang memanas-manasinya untuk mengakhiri hubungan asmara yang sudah tak berimbang lagi itu. Tapi jawaban yang kami dapatkan dari teman itu begini. "Kasihan dia, kalau aku putusin."
Dia
Kami pulang dengan sia-sia setelah menghabiskan waktu mendengarkannya bercerita dan menghabiskan waktu menjadi kompor untuk beberapa saat lamanya. Kami pulang dengan pemikiran bermacam-macam. Ada yang mengatakan teman kami itu gobloknya setengah mati. Ada yang malah punya pandangan betapa baiknya teman kami itu.
Saya dan satu teman lagi berpikir awalnya sependapat dengan mereka yang berpikir bahwa ia baik. Tetapi, lama kelamaan kami berpikir ucapan kasihan itu sebuah kesombongan. Teman saya yang satu malah berkomentar. "Kayak pahlawan kesiangan."
Saya menimpali dengan pendapat bahwa jawaban kasihan itu seperti mau mengatakan secara tidak langsung bahwa pasangannya yang tak dicintainya lagi itu tak bisa hidup tanpa dirinya. Ia seperti menempatkan diri bahwa hanya dia yang bisa memberi jaminan bahwa pasangannya bisa hidup dengan baik.
Kata kasihan itu seperti sebuah pelecehan bahwa tak ada orang lain yang bisa menggantikannya. Ia sampai lupa bahwa selalu ada kesempatan bagi pasangannya itu untuk mendapatkan pasangan baru lagi yang bisa jadi lebih baik dari dia.
Jadi, lama kelamaan saya berpikir bahwa yang sejujurnya patut dikasihani itu adalah teman kami itu. Percakapan pada sore hari di tengah Jakarta yang mendung itu membuat saya berpikir, mungkin saya ini juga tak bisa dengan mudah mengasihani orang.
Perasaan kasihan itu harus ditempatkan pada sebuah situasi yang tepat dan bukan hanya berakhir dengan sebentuk perasaan terusik, atau sebuah gejolak emosi semata. Seperti dalam kasus di atas, misalnya. Mungkin sebaiknya teman saya tak perlu mengasihani pasangannya yang tak lagi dicintainya itu.
Hubungan yang tak lagi harmonis, yang macam bertepuk sebelah tangan, memang sebaiknya tak perlu dilanjutkan. Saya yakin ketika hubungan itu berakhir akan ada rasa tersakiti, kesepian, kerinduan yang sangat. Tetapi, bukankah dalam hidup itu katanya akan selalu ada pelangi setelah hujan?
Saya
Bukankah setelah kesakitan terjadi akan ada kesempatan baru lagi yang datang dan bisa jadi jauh lebih baik daripada yang sekarang dimiliki? Jadi mengasihani dalam kasus di atas adalah sebuah tindakan egois dari teman saya itu karena tidak memberi kesempatan pasangan yang tak lagi dicintainya itu untuk mendapat kesempatan baru yang bisa jadi jauh lebih menyenangkan di kemudian hari.
Kasihan dalam kasus di atas hanya seperti membungkus bangkai busuk dengan kertas kado yang cantik. Bukankah ia tak lagi mencintai pasangannya? Menjadi pahlawan kesiangan dalam bentuk bangkai busuk sesungguhnya adalah sebuah tindakan yang patut dkasihani.
Bisa jadi, teman saya mengatakan ia kasihan dengan pasangannya kalau hubungan itu berakhir, itu adalah sebuah bentuk kepengecutannya karena takut menjadi sendiri lagi, bukan karena ia sesungguhnya mengasihani pasangannya itu.
Bukankah tindakan untuk mengasihani itu datang dari pihaknya dan bukan dari pihak pasangan untuk minta dikasihani? Nah, kalau demikian, mengapa ia sampai begitu angkuhnya kalau merasa pasangannya perlu dikasihani?
Apakah karena cinta seseorang akan bertindak seperti teman saya itu? Atau hanya karena hubungan itu sudah terlalu lama meski tak ada cinta lagi, maka rasa kasihan itu timbul? Saya sungguh tak tahu karena saya tak pernah punya hubungan asmara. Tetapi, yang saya tahu, saya harus belajar untuk mengasihani orang lain pada saat yang tepat.
Karena dalam beberapa keadaan, tidak mengasihani itu membantu saya dan orang lain untuk mampu berdiri di kaki sendiri. Kadang tidak mengasihani itu membuat saya dan orang lain membangun rasa percaya diri. Kadang tak mengasihani
itu memberikan kesempatan saya dan orang lain untuk mendapat kesempatan yang lebih baik dari apa yang dimiliki sekarang.
Kadang tak mengasihani itu membuat seseorang belajar untuk lebih berhati-hati, misalnya. Sehingga tindakan untuk tidak mengasihani tak selalu berarti sebuah tindakan yang jauh dari baik dan bijaksana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar