AFP/GREG BAKER

Surat kabar lokal yang dijajakan di sebuah kios di Beijing, China, Senin (3/12/2018), menampilkan berita utama tentang pertemuan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping. Judul berita utamanya adalah "Kedua Pemimpin Sepakat Tidak Meningkatkan Tarif".

Perang dagang antara Amerika Serikat dan China mereda. Selama 90 hari, AS bersedia untuk tidak menaikkan tarif atas berbagai produk impor asal China.

Kesepakatan dicapai dalam pertemuan bilateral yang dipimpin Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping, di Buenos Aires, Argentina, Sabtu lalu. Pertemuan yang berlangsung di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi G-20 ini sangat dinantikan banyak negara.

Sebelum kesepakatan dicapai, Washington merencanakan menaikkan tarif atas produk impor asal China senilai 200 miliar dollar AS dari 10 persen menjadi 25 persen mulai 1 Januari 2019. Namun, berkat kesepakatan di Buenos Aires, rencana itu ditangguhkan selama 90 hari. Kedua negara selanjutnya akan menggelar negosiasi guna menyelesaikan sejumlah perbedaan di antara mereka.

Pasar memberikan respons positif atas "gencatan senjata" 90 hari AS-China. Pasar saham dunia naik hampir 1 persen dan mendorong mata uang negara-negara berkembang membaik terhadap dollar AS. Saham-saham di Shanghai mengalami kenaikan harian terbesar dalam sebulan, sementara yuan menguat pada Senin (3/12/2018). Respons positif juga terjadi di Eropa, kemarin. Sejumlah bursa di wilayah itu dibuka dengan kenaikan. Bursa DAX Jerman memimpin kenaikan dengan lonjakan 2,5 persen ke level tertingginya sejak 14 November silam.

Meskipun demikian, suasana penuh harapan ini bisa beralih kembali menjadi suram jika China dan AS gagal menyelesaikan perbedaan di antara mereka dalam jangka waktu yang sudah disepakati. Tekanan terhadap perekonomian negara-negara dan kawasan akibat perang dagang AS-China akan kembali terjadi.

Apa saja isu yang mengganjal hubungan dagang AS-China dan harus diselesaikan kedua negara? Pertama, isu terkait tuduhan bahwa China memaksa perusahaan AS yang berbisnis di China untuk melakukan transfer teknologi. Selain itu, ada isu perlindungan atas hak milik intelektual yang lemah di China, tindakan Beijing menghambat pihak luar untuk mengakses pasar negara itu, serta praktik mata-mata siber.

China tampaknya menyadari betul isu-isu itu. Globaltimes.cn, media China yang menyoroti isu internasional berdasarkan perspektif pemerintah, menyebutkan dalam editorialnya bahwa negara itu berupaya mempercepat reformasi dan pembukaan pasar China menjadi lebih luas.

Sejak tahun lalu, sejumlah langkah penting dilakukan untuk mewujudkannya. Dalam Forum Boao, April lalu, misalnya, China mengumumkan serangkaian tindakan proaktif membuka pasar yang dinilai disambut secara luas oleh dunia. Pada November, China juga menggelar Pameran Impor Internasional yang pertama. Harapannya, kegiatan ini mendorong perusahaan-perusahaan China untuk melakukan impor.