Prinsip kerja aparatur sipil negara (ASN), dulu disebut pegawai negeri sipil (PNS), sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, adalah berkomitmen melayani rakyat secara berintegritas moral dan bertanggung jawab. ASN pun, seperti moto Korps Pegawai Negeri Republik Indonesia, merupakan "abdi negara". ASN adalah abdi negara, pelayan masyarakat.
Presiden Joko Widodo pada perayaan Hari Ulang Tahun Ke-47 Korpri di Jakarta, Kamis (29/22/2018), mengatakan, kemajuan teknologi memudahkan masyarakat menyampaikan aspirasi untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik dari ASN. Kian tinggi tuntutan publik terhadap mutu pelayanan birokrasi membuat ASN harus membangun budaya kerja berlandaskan disiplin kuat, semangat melayani yang tinggi, transparan, dan akuntabel. ASN harus memanfaatkan kemajuan teknologi, memanfaatkan pengetahuan, dan berkolaborasi dengan pihak lain. ASN tak boleh terjebak dalam ego sektoral, ego organisasi, dan ego program (Kompas, 30/11/2018).
Pernyataan Presiden itu terasa berat untuk diwujudkan kalau kita mencermati seleksi calon pegawai negeri sipil yang diadakan pemerintah mulai Oktober lalu. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN dan RB) mencatat, dari sekitar 2,8 juta peserta seleksi CPNS, hanya 10 persen yang melampaui ambang batas (passing grade) seleksi kompetensi dasar yang ditetapkan panitia. Apabila seleksi dilanjutkan, mungkin yang lolos 100.000 peserta saja. Padahal, ada 238.015 formasi untuk CPNS tahun ini.
Pemerintah melalui Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 61 Tahun 2018 tentang Optimalisasi Pemenuhan Kebutuhan/Formasi dalam Seleksi CPNS Tahun 2018 menetapkan ambang batas kelulusan diabaikan, dan menerapkan sistem ranking. Kini lebih banyak lagi peserta yang lolos seleksi CPNS sehingga kebutuhan ASN bisa terpenuhi meskipun sebagian calon itu semula tidak memenuhi syarat ambang batas.
Penerbitan Permen PAN dan RB No 61/2018 bisa menjadi jalan terbaik untuk memenuhi kebutuhan ASN di negeri ini meskipun mengabaikan kualitas ASN ke depan. Bagaimana bisa calon yang tak lolos syarat kompetensi dasar memenuhi tuntutan UU, yakni menjadi bagian dari reformasi birokrasi serta memiliki integritas; profesional; netral dan bebas dari intervensi politik; bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme; bisa menyelenggarakan pelayanan publik; dan bisa berperan sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa? Sistem merit kepegawaian pun diabaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar