KOMPAS/ELSA EMIRIA LEBA

Pameran foto kerja sama Jepang dan Indonesia yang dipamerkan dalam perayaan ulang tahun Kaisar Akihito di Jakarta, Kamis (22/11/2018)

Jepang dengan cepat menangkap dan merespons Visi Indonesia 2045. Proyek 2045 menawarkan visi dan bentuk kerja sama jangka panjang Indonesia dan Jepang.

Proyek 2045, yang disusun oleh cendekiawan nonpemerintah dari Jepang dan Indonesia, merupakan wujud inisiatif Tokyo agar hubungan kedua negara tetap erat dan relevan dengan perubahan zaman. Diharapkan oleh tim penyusun, Proyek 2045 menjadi cetak biru panduan hubungan dan kerja sama antara Indonesia dan Jepang hingga tahun 2045.

Penyebutan nama "Proyek 2045", seperti diungkapkan dalam ringkasan laporan proyek itu, tidak bisa dilepaskan dari ambisi Indonesia yang tertuang dalam dokumen Visi Indonesia 2045.

Sebuah visi berisi gambaran mimpi Indonesia saat negara ini berusia 100 tahun. Visi itu dicoba "dikawinkan" dengan visi atau strategi jangka panjang Pemerintah Jepang, yang disebut dengan visi "Masyarakat 5.0".

Peluncuran Proyek 2045, melalui seminar dua hari di Jakarta, Sabtu dan Minggu lalu, adalah bagian dari serangkaian perayaan 60 tahun hubungan Indonesia dan Jepang sepanjang tahun ini.

Tidak diragukan lagi, hubungan setua itu—dengan latar belakang sejarah dan pasang-surut yang mengiringinya—bisa sekokoh ini tentu ditopang fondasi yang kuat. Ada kesamaan cara pandang bahwa kedua negara saling membutuhkan.

Namun, setelah 60 tahun hubungan berjalan hingga mewujud dalam kemitraan strategis selama lebih dari 10 tahun terakhir, fondasi yang mendasari kemitraan kedua negara dinilai sedang berubah. Agar hubungan terus berkembang, fondasi kemitraan perlu dikalibrasi ulang.

Istilah kalibrasi ulang atau rekalibrasi dikemukakan Takashi Shiraishi, Indonesianis asal Jepang yang juga ketua tim penyusun Proyek 2045 bersama Muhammad Lutfi, Ketua Komite Bilateral Indonesia-Jepang Kadin.

Seperti diberitakan Kompas, Senin (10/12/2018), kemitraan Indonesia-Jepang ke depan tak cukup hanya dibangun dalam pola pikir bilateral kedua negara, tetapi juga harus diletakkan dalam konteks membangun serta berkontribusi bagi kawasan dan dunia.

Tak bisa dielakkan, meski diarahkan untuk mempererat hubungan Indonesia-Jepang, Proyek 2045 juga menjadi semacam respons atas situasi geopolitik kawasan dan dunia.

Proyek itu secara eksplisit menyebut kekuatan utama dunia, yakni China, India, dan Amerika Serikat, secara unilateral bakal lebih asertif. China, misalnya, sejak tahun 2013 meluncurkan Prakarsa Sabuk dan Jalan.

Prakarsa itu juga merambah Indonesia dan telah "memukul" Jepang saat China memenangi tender pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Rivalitasnya dengan AS—yang meluncurkan kebijakan Indo-Pasifik—di Laut China Selatan membuat banyak pihak waswas terkait stabilitas di kawasan.

Bisa dipahami jika Jepang tidak mau ketinggalan dan mengajak Indonesia merespons bersama-sama tantangan yang ada hingga 27 tahun ke depan.

Laporan Proyek 2045 telah diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia (RI) melalui Wakil Presiden Jusuf Kalla. Bagi Pemerintah Indonesia, proyek itu tentu akan dipandang sebagai salah satu inisiatif dari beberapa pilihan yang tersedia untuk mewujudkan Visi Indonesia 2045.

Kompas, 11 Desember 2018