Prabowo berbicara di Singapura soal kondisi korupsi di Indonesia. Presiden Bank Dunia James Wolfensohn dalam pertemuan di IMF dan Bank Dunia, 1-3 Oktober 1996, juga pernah mengatakan, "…kita harus menghadapi kanker korupsi. Di begitu banyak negeri, rakyatlah yang menuntut tindakan konkret (Korupsi, B Herry Priyono, 2018)."
Beberapa hari kemudian, Presiden Joko Widodo mengatakan, tidak ada toleransi untuk koruptor. Pidato Presiden Jokowi itu disampaikan pada peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, Selasa, 4 Desember 2018. Pidato Presiden Jokowi pun mirip dengan apa yang dikatakan Wolfensohn pada saat yang sama. "Saya tekankan lagi, kelompok Bank Dunia tidak akan bersikap toleran terhadap korupsi dalam program yang didukungnya."
Dalam sejumlah ulasan di kolom ini, beberapa kali kita tekankan bahwa korupsi di Indonesia telah memasuki tahap darurat. Cakupan korupsi membentang dari Sabang sampai Merauke. Virus korupsi telah menyentuh semua profesi dan cabang kekuasaan. Mulai dari eksekutif, yudikatif, hingga legislatif, termasuk komisi negara. Mulai dari advokat, jaksa, hakim, panitera, polisi, politisi, menteri, duta besar, pengusaha, anggota DPR, anggota DPD, semuanya pernah terjerat korupsi. Di penjara khusus korupsi, mungkin para koruptor itu bisa membentuk pemerintahan sendiri, pemerintahan para koruptor.
Isu korupsi memang seksi dalam kampanye. Perang retorika itu biasa, apalagi di panggung kampanye. Seperti pada pemilu sebelumnya, ada partai berteriak "katakan tidak pada korupsi", tetapi bintang kampanye itu juga masuk bui karena korupsi.
Membuka ruang perdebatan, apakah korupsi masuk dalam stadium empat atau stadium tiga tidaklah membawa manfaat apa pun. Itu hanya soal diksi, soal retorika. Yang harus ditagih adalah program apa yang akan ditawarkan calon presiden untuk membersihkan Indonesia dari korupsi. Apakah ketika korupsi di Indonesia sudah stadium empat akan dilakukan langkah amputasi; dan amnesti untuk semua pejabat korup yang mau mengumumkan dan menyerahkan kekayaannya kepada negara?
Begitu juga dengan pernyataan Presiden Jokowi, yang menegaskan tidak akan ada toleransi untuk korupsi; apakah bisa ditafsirkan tidak akan ada lagi grasi untuk terpidana korupsi dan Presiden akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk mencabut hak politik koruptor? Pencabutan hak politik koruptor itu sejalan dengan pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo yang menyebut korupsi amat terkait dengan partai politik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar