REUTERS/KEVIN LAMARQUE

Presiden AS Donald Trump, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, dan Presiden China Xi Jinping menghadiri makan malam setelah pertemuan pemimpin G20 di Buenos Aires, Argentina, 1 Desember 2018 lalu.

Investasi langsung China ke Israel menimbulkan reaksi cukup keras dari Amerika Serikat sebagai sekutu utamanya di kawasan Timur Tengah.

Wartawan harian ini, Minggu (27/1/2019), menulis tentang konteks masalah ini yang menarik untuk disimak. Pertama, lawatan Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton ke Israel 6-7 Januari lalu dikabarkan hanya untuk membahas penarikan mundur pasukan AS dari Suriah. Setelah disimak lebih jauh, isu tersebut merupakan pengalihan atas meningkatnya relasi antara Tel Aviv dan Beijing.

Tingkat investasi China di Israel terus meningkat menjangkau proyek strategis. Yang paling disorot keberhasilan perusahaan China SIPG tahun 2015 yang memenangi tender pembangunan perluasan Pelabuhan Haifa, pelabuhan terbesar di Israel yang diproyeksikan selesai tahun 2021. Sebagai kompensasi, China mendapat hak mengelola selama 25 tahun. Perusahaan lain dari China juga memenangi tender perluasan Pelabuhan Ashdod, pelabuhan kedua terbesar di Israel.

Terkait dengan AS, peningkatan relasi Israel-China punya potensi konsekuensi lebih jauh meski—katakan saja—hubungan tersebut sama sekali tidak menyentuh bidang pertahanan, atau politik. Di jurnal Mosaic (12/11/2018), sebagai respons atas tulisan Arthur Herman di jurnal yang sama sebelumnya, Elliot Abrams mengulas, bagaimanapun dalam peningkatan hubungan ekonomi Israel-China punya implikasi serius yang, jika tak dikelola, bisa merusak hubungan kerja sama militer Israel dengan AS. Kekhawatiran mengenai hal ini juga disuarakan sejumlah perwira militer Israel.

Dengan mengelola Bandar Haifa, operator pelabuhan bisa memantau pergerakan kapal AS dan mengetahui aktivitas pemeliharaannya. China bisa mendapat akses akan peralatan yang masuk menuju dan keluar dari tempat pemeliharaan, dan selain itu juga bisa berinteraksi dengan awak kapal untuk jangka panjang. Ikut dikhawatirkan, operator China bisa menyimak sistem pengintaian elektronik yang bisa membahayakan keamanan informasi dan keamanan siber AS.

Mengetahui adanya potensi bahaya seperti itu, AS yang kini melihat China sebagai lawannya yang paling tangguh berpikir untuk mengurangi persinggahan kapalnya ke Haifa, yang selama ini memberikan keuntungan kepada Israel. Ini tidak saja terbatas pada dekatnya hubungan antara Angkatan Laut AS dan AL Israel, tetapi juga termasuk ribuan pelaut AS yang datang dan berbelanja di Israel.

Boleh jadi setelah melihat berbagai dimensi yang bisa merugikan itulah Presiden AS Donald Trump memberi perhatian khusus pada hubungan Israel-China. Tel Aviv berusaha menenangkan Washington, bahwa kalaupun ada transfer teknologi, itu hanya teknologi sipil, bukan militer. Namun, jangan remehkan China. Bagi China, sektor swasta berusaha adalah juga untuk melayani partai dan negara.