Kita ikut prihatin melihat bencana banjir dan longsor yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Terakhir adalah bencana banjir dan longsor di sepuluh kabupaten dan kota di Sulawesi Selatan. Diperkirakan lebih dari 30 jiwa menjadi korban bencana tersebut. Selain itu, banjir dan longsor juga terjadi di Kabupaten Banjarnegara dan Cilacap, Jawa Tengah, serta di Kota Batu dan Kabupaten Malang, Jawa Timur.

KOMPAS/RENY SRI AYU

Jalan pora di Kecamatan Bontomarannu, Gowa terendam akibat luapan Sungai Jeneberang. Di Gowa, cuaca ekstrem menyebabkan elevasi air bendungan bili-bili naik melebihi batas normal. Pemerintah menetapkan status waspada dan meminta warga mengungsi.

Hujan dengan intensitas tinggi menjadi hal biasa di Indonesia. Letak geografis kita di garis khatulistiwa dan berupa negara kepulauan yang dikelilingi laut sebenarnya memberikan keuntungan dibandingkan dengan beberapa negara lain. Filipina dan Hong Kong lebih sering mengalami topan dan badai dibandingkan dengan Indonesia.

Belakangan kita merasakan datangnya musim hujan disertai angin puting beliung. Bahkan, terbentuknya siklon di sekitar kepulauan Nusantara seolah lebih intens dari sebelumnya. Namun, data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memperlihatkan, intensitas bencana cenderung meningkat meskipun rata-rata hujan per tahun relatif tetap atau berkurang. Data itu mengindikasikan sistem membangun kesiapan menghadapi bencana mendesak dilaksanakan.

Bencana kerap disebabkan oleh turunnya daya dukung lingkungan di daerah hulu sungai akibat aktivitas manusia, seperti penebangan hutan atau tanaman tahunan yang mengakibatkan lahan gundul, sehingga tidak dapat menahan laju air permukaan. Selain itu, juga konversi daerah lereng gunung atau pegunungan menjadi lahan pertanian, umumnya tanaman semusim, tanpa memperhatikan kemiringan lahan.

Peta daerah rawan terhadap bencana alam, termasuk longsor, telah ada. Peran bupati, wali kota, dan gubernur sangat penting untuk memastikan penduduk tidak berumah di daerah rawan bencana.

Musim hujan selalu datang setiap tahun dengan puncak musim adalah pada Februari dan Maret. Kita juga mengetahui ada siklus sekitar lima tahunan yang disebut La Nina saat musim hujan lebih basah dari biasa.

Kita juga telah diperingatkan sejak lebih dari 20 tahun lalu tentang naiknya suhu muka bumi yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim adalah keniscayaan yang harus dilakukan sejak beberapa waktu lalu untuk menghindari jatuhnya korban jiwa dan materi.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang baru, Doni Munardo, mendapat tugas membangun sistem penanganan bencana menyeluruh, dari yang bersifat reaktif menjadi siap mencegah dan menanggulangi bencana.

Kita tetap harus mengutamakan hidup seimbang dengan alam. Karena itu, kita sepakat berbagai bencana yang terjadi dalam enam bulan terakhir menjadi momentum mengevaluasi kembali sistem pencegahan dan penanggulangan bencana


Kompas, 25 Januari 2019