Dewan Keamanan merupakan organ sangat penting di tubuh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tugas pokoknya ialah menjaga keamanan dan perdamaian dunia.
Dewan Keamanan PBB terdiri dari 5 anggota tetap dan 10 anggota tidak tetap. Kelima anggota tetap—Amerika Serikat, Rusia (dahulu Uni Soviet), Inggris, Perancis, dan China—sangat spesial. Mereka memiliki hak veto atas resolusi-resolusi yang dihasilkan DK PBB. Keistimewaan ini berakar pada posisi mereka selaku pemenang perang dan proses terbentuknya PBB pasca-Perang Dunia II.
DK PBB memiliki wewenang untuk menghasilkan keputusan yang mengikat 193 anggota organisasi dunia tersebut. Lima belas anggota DK PBB bertemu secara reguler untuk membahas keamanan internasional, menangani berbagai masalah yang meliputi perang saudara, bencana alam, pengendalian senjata, serta terorisme.
Pertarungan di antara mereka terlihat dalam sidang organ PBB tersebut. Sejumlah resolusi DK PBB terkait konflik di Suriah yang berpihak kepada AS, misalnya, diveto Rusia dan China. Sebaliknya, resolusi yang mengecam Israel diveto AS.
Situasi itulah yang dihadapi negara-negara yang menjadi anggota tidak tetap PBB, termasuk Indonesia. Mulai 2019 hingga 2020, Indonesia menjadi anggota tidak tetap DK PBB. Sebelum ini, Indonesia menjadi anggota tidak tetap DK PBB periode 1973-1974, 1995-1996, dan 2007-2008.
Meski ada lima anggota tetap yang memiliki hak veto, masih tersedia ruang bagi negara-negara anggota tidak tetap untuk memberikan kontribusi positif. Saat ini, ruang tersebut terutama terletak pada upaya pencegahan dan penanganan konflik di wilayah Afrika. Centre for International Policy Studies yang berbasis di Kanada menyebutkan, sebagian besar konflik di dunia, dan hampir sepertiga dari pengungsi akibat konflik-konflik itu, berada di Afrika.
Maka, selaras dengan pemaparan Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kementerian Luar Negeri Siswo Pramono di harian ini, kemarin, Indonesia perlu berkontribusi pada penyelesaian instabilitas politik di wilayah itu, selain penyelesaian konflik di Timur Tengah. Karena itu, operasi penjaga dan pembangun perdamaian harus menjadi prioritas utama.
Pada pekan lalu, dalam pertemuan anggota DK PBB, Indonesia menawarkan penguatan misi perdamaian. RI juga menyuarakan sikap membela Palestina serta mengangkat isu perubahan iklim sebagai bentuk ancaman bagi keamanan dunia. Sebagaimana sudah diperkirakan, perbedaan pendapat dengan sejumlah negara besar tidak terhindarkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar