KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU

Salah seorang guru dari Kalimanatan Utara memeragakan cara mengajar membaca untuk siswa kelas 1 SD dengan alat peraga atau media belajar. Para guru dilatih membuat beragam media belajar yang sederhana agar  siswa mudah memahami materi ajar.

Tugas makin berat kini disandang guru. Bukan cuma sebagai pendidik ilmu pengetahuan dan membentuk karakter luhur siswa, melainkan juga menjadi fasilitator.

Perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat menuntut perubahan pola pikir guru. Guru tidak cukup lagi berdiri di depan kelas dan menjadi sumber utama ilmu pengetahuan, selain buku, bagi siswa.

Sejak revolusi industri generasi ketiga yang ditandai dengan kemunculan teknologi digital dan internet, sumber ilmu pengetahuan sangat melimpah.

Murid bisa mencari ilmu pengetahuan apa pun dari beragam sumber. Tidak hanya secara teks, tetapi juga pengetahuan yang disajikan secara visual sehingga lebih cepat dipahami siswa.

Di era revolusi industri generasi keempat atau Revolusi Industri 4.0 kini, informasi dan sumber pengetahuan lebih melimpah lagi. Kondisinya tidak lagi mencari informasi, tetapi memilih dan memilah informasi yang sangat berlimpah di tengah masyarakat.

Di sinilah posisi guru sangat berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa agar siswa bisa memilih pengetahuan yang bermanfaat. Untuk menjadi fasilitator, tentu saja, guru juga harus mengetahui perkembangan informasi yang berkembang di masyarakat.

Guru yang menjadi fasilitator sudah semakin banyak jumlahnya. Meski demikian, banyak pula guru yang masih berkutat dengan pola lama, yakni menjadi sumber utama pengetahuan di depan kelas.

Lebih dari itu, banyak pula guru yang masih berkutat dengan persoalan sertifikasi yang telat cair serta tingkat pendidikan yang belum memadai.

Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dinyatakan bahwa guru harus berpendidikan minimal strata satu.

Kenyataannya, dari sekitar 3 juta guru yang ada saat ini, ada sekitar 491.00 guru di semua jenjang pendidikan, mulai dari SD, SMP, hingga SMA, yang belum sarjana.

Dari sisi kualitas, hasil uji kompetensi guru secara nasional rata-rata juga belum memuaskan karena hanya mencapai 53,02. Angka ini belum mencapai angka standar kompetensi minimal yang ditetapkan, yakni 55,0.

Dari 34 provinsi di Tanah Air, hanya tujuh yang berada di atas standar yang ditetapkan, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Bali, dan Kepulauan Bangka Belitung.

Upaya meningkatkan mutu guru sebenarnya sudah dilakukan, antara lain, melalui pendidikan profesi guru, pelatihan guru dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran, pelatihan Kelompok Kerja Guru, serta sejumlah pelatihan lain.