Di depan gerbang kompleks makam Pondok Pesantren Tebu ireng, Jombang, Jawa Timur, Ibu Miftahur Rohma tangkas melayani pembeli. Senyumnya terus mengembang sambil menjalankan mesin pemeras tebu miliknya yang ia beli senilai Rp 4 juta bersama gerobaknya.
Usahanya berjualan air tebu kini tidak lagi mengandalkan sewa mesin pemeras sebesar Rp 10.000 per hari sejak dia mendapat pinjaman dari Bank Wakaf Mikro pada awal 2018.
''Saya bersyukur bisa membeli mesin ini dari uang sendiri dan pinjaman dari Bank Wakaf Mikro,'' katanya. Ia menambahkan, bagi hasil dari pinjaman itu amat ringan, yakni 3 persen setahun dan tanpa jaminan. "Coba kalau pinjam di rentenir…,'' ujarnya belum lama ini.
Ibu Miftahur Rohma merupakan salah satu contoh nasabah yang sukses dari 8.373 lebih nasabah Bank Wakaf Mikro yang tersebar di 25 wilayah di seluruh Indonesia (per November 2018). Ia bukan saja terhindar dari jeratan rentenir, melainkan juga bisa mengembangkan usahanya secara mandiri.
Imbal hasil 3 persen setahun itu ringan buat masyarakat yang memiliki usaha mikro jika dibandingkan dengan bunga kredit bank komersial yang mencapai 12 persen.
Bank Wakaf Mikro, yang saat ini berjumlah 41 unit, merupakan lembaga pemberdayaan ekonomi masyarakat kecil yang berbasis komunitas. Untuk saat ini, bank tersebut banyak didirikan di lingkungan pesantren. Namun, juga telah dikembangkan di komunitas ibu-ibu, universitas, dan komunitas lainnya.
Meskipun namanya bank, sejatinya lembaga ini berbadan hukum koperasi dengan izin usaha lembaga keuangan mikro syariah yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Model bisnis lembaga ini adalah tidak menerima simpanan, menyalurkan pinjaman dengan prinsip syariah dan tanpa agunan, imbal hasil (bukan bunga) 3 persen setahun. Selain itu, yang membuatnya unik, lembaga ini memberi pendampingan kepada peminjamnya.
Bisa dibilang Bank Wakaf Mikro ini mirip bank desa-nya (Grameen Bank) Prof Muhammad Yunus yang dapat memutus mata rantai jeratan lintah darat masyarakat miskin di Bangladesh, pada awal 1980-an.
Masyarakat desa di negara itu tidak memiliki pilihan selain meminjam uang dari lintah darat dengan bunga 10 persen per minggu atau sekitar 520 persen dalam setahun. Grameen Bank datang menolong mereka, dan menjauhi rentenir.
Bank Wakaf Mikro, hingga November 2018, telah menyalurkan pinjaman sedikitnya Rp 9,7 miliar. Lembaga ini ditujukan untuk membuka akses keuangan bagi masyarakat kalangan bawah yang belum bisa mendapatkan pendanaan dari perbankan agar tidak meminjam kepada rentenir.
Bank Wakaf Mikro ini juga menjadi inkubator untuk mempersiapkan nasabahnya menjadi "bankable". Pada waktunya, nasabah yang sudah naik level ini akan pindah menjadi nasabah bank syariah, dengan pinjaman lebih besar untuk mengembangkan bisnis.
Mau usaha
Siapa saja yang bisa menjadi nasabah lembaga ini? Pertama, masyarakat di sekitar pesantren yang telah mampu memenuhi kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidupnya, masyarakat yang sudah memiliki usaha produktif, memiliki kemauan atau semangat bekerja, dan masyarakat yang memiliki komitmen untuk mengikuti program pemberdayaan.
Setelah memenuhi kriteria tersebut, mereka mengikuti seleksi calon nasabah oleh pengurus Bank Wakaf. Mereka yang lulus dimasukkan dalam Kelompok Usaha Masyarakat Sekitar Pesantren yang beranggotakan tiga sampai lima orang.
Kelompok usaha tersebut akan mendapatkan pelatihan selama lima hari dengan materi, antara lain, keberanian berusaha, pengembangan usaha, kekompakan, dan solidaritas.
Setelah itu, mereka diharuskan melakukan pertemuan rutin setiap minggu. Di pertemuan mingguan pertama, mereka akan menerima pencairan pinjaman.
Jumlah pinjaman yang diberikan berkisar satu juta rupiah hingga maksimal tiga juta rupiah. Namun, pengurus Bank Wakaf akan melakukan penelitian apakah jumlah yang diajukan nasabah sesuai dengan kemampuannya atau tidak.
Adapun pembayaran angsuran dilakukan per pekan pada pertemuan mingguan. Pada pertemuan ini juga dilakukan diskusi mengenai perkembangan usaha setiap orang.
Kelompok-kelompok nasabah ini akan mendapatkan pendampingan dari Bank Wakaf Mikro selama enam bulan. Mereka yang berkembang dan usahanya memerlukan pembiayaan lebih besar akan diarahkan ke bank syariah.
Nah, jika usaha mulai berhasil dan memiliki kelebihan dana untuk ditabung, sementara Bank Wakaf Mikro tidak melayani simpanan dan kantor bank berada jauh di kota, apa yang harus dilakukan?
Menyimpan uang di bawah bantal atau di tempat beras berpeluang rusak karena lembab atau lebih tragis lagi dicuri. Tabung saja di bank yang ada di samping rumah atau di toko kelontong di persimpangan jalan, atau di kios-kios kecil di dekat pasar.
Laku Pandai
Kok, bisa? Sekarang ini, bank-bank memiliki agen di pelosok kecamatan yang menerima simpanan masyarakat. Agen itu disebut Layanan Perbankan Tanpa Kantor. Lebih lengkapnya, Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif, disingkat Laku Pandai.
Hingga triwulan ketiga 2018, ada lebih dari 8.000 agen di 34 provinsi, tersebar di 508 kabupaten/kota. Nilai tabungannya sudah mencapai Rp 1,49 triliun, dimiliki oleh lebih dari 22 juta rekening.
Agen bank ini melayani simpanan tanpa batas minimum setoran dan saldo rekening, tidak dikenai biaya untuk pembukaan dan penutupan rekening dan transaksi pengkreditan rekening, serta tidak ada biaya administrasi.
Dengan begitu, nasabah dapat menyimpan uangnya tanpa khawatir saldonya berkurang, tetap memperoleh bunga tabungan, dan dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan.
Tidak itu saja. Nasabah dapat melakukan transaksi tanpa harus ke lokasi kantor bank, seperti penarikan tunai serta pemindahbukuan ke rekening lain di bank yang sama dan/atau transfer ke bank lain secara kumulatif maksimum Rp 5 juta per bulan.
Adik-adik kita yang masih sekolah pun bisa membuka rekening tabungan di agen Laku Pandai sekalipun dia belum memiliki kartu identitas penduduk. Mereka mendapat pelayanan sama seperti penabung yang sudah dewasa.
Lalu, bagaimana mengenali agen Laku Pandai? Perhatikan logo banknya yang dipasang di dalam kios, logo Laku Pandai OJK. Perhatikan pula surat penunjukan sebagai agen dari bank yang bersangkutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar