Republik Jangan Terpecah
Menjelang Pilpres 2019, persaingan kedua kubu semakin panas. Pertikaian di dunia maya seolah-olah mewakili perasaan simpatisan masing-masing guna memengaruhi orang lain untuk berpihak kepadanya.
Yang selalu muncul adalah kebohongan, kebencian, cerita kekurangan dan keburukan lawan, dan yang bernada negatif lainnya. Sangat jarang terbangun narasi positif guna memajukan peradaban bangsa ini.
Harus disadari bahwa sebenarnya setiap orang yang berhak ikut Pemilu 2019 sudah punya pilihan tetap, entah nomor satu entah nomor dua. Mau digoyang dengan cara apa pun, mereka tetap pada pilihannya. Pemilih yang sudah menetapkan pilihan ini akan marah jika pilihannya dipojok-pojokkan.
Pemilih pemula, tentu saja anak-anak muda, akan menyaksikan sendiri dalam kehidupan nyata bahwa mereka mendapat pelajaran kehidupan bahwa pilpres jadi seperti ini: kuyup tikai dan bohong, serta banjir ujaran kebencian.
Kasihan anak-anak muda, sebagai pemilih pemula, yang dipameri contoh buruk dalam rangka meraih kemenangan. Semoga rekaman kehidupan ini menjadikan mereka semakin dewasa dan bisa memilah mana yang benar mana yang sampah.
Sosiolog UI Imam Prasodjo menyatakan, "Saat bangsa ini dipenuhi pemilih yang fanatik, di situlah produksi kebohongan muncul" (Kompas, 16/1/2019, hlm 4).
Lantas Kepala Satuan Tugas Nusantara Polri Inspektur Jenderal Gatot Edy Pramono menyatakan pada kolom dan tulisan yang sama di atas, "Bangsa kita sangat beragam, sangat mungkin untuk diadu domba satu sama lain."
Semoga para elite politik tim pemenangan calon presiden bisa lebih bijak dalam memengaruhi pemilih agar berpihak kepadanya, serta menggunakan cara-cara yang lebih beradab dan bermartabat, sehingga Republik ini tidak semakin terpecah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar