REUTERS/SUHAIB SALEM

Para pemain tim nasional sepak bola Qatar merayakan gelar juara yang mereka raih setelah menundukkan Jepang, 3-1, di final Piala Asia, di Stadion Zayed Sports City, Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Jumat (1/2/2019). Pencapaian ini modal besar bagi Qatar sebelum menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022.

Tampilnya Qatar sebagai juara baru Piala Asia pada perhelatan 2019 menghadirkan persaingan berbeda di sepak bola Asia. Tim-tim mapan bak tergoyahkan.

Dalam beberapa perhelatan terakhir, kampiun Piala Asia seolah bisa ditebak. Kekuatan-kekuatan elite Asia tak jauh dari Jepang, Arab Saudi, Iran, dan Korea Selatan. Tim "Samurai Biru" yang tersukses dengan empat kali juara, diikuti Arab Saudi dan Iran dengan tiga kali, serta Korsel dua kali.

Kebetulan, keempat tim ini juga langganan putaran final Piala Dunia. Di luar keempat kesebelasan ini, ada beberapa tim lain yang pernah menjadi juara Asia, yakni Israel, Kuwait, Irak, dan Australia, yang sejak 2006 bergabung dengan Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC).

Munculnya Qatar sebagai juara Asia tahun ini tak terlepas dari kesinambungan pembinaan di negara yang kini didera krisis diplomatik akibat blokade negara-negara Arab Teluk itu. Uni Emirat Arab, tuan rumah Piala Asia 2019, termasuk yang memblokade Qatar.

Satu hal yang membuat Qatar berbeda adalah kesetiaan mereka pada Felix Sanchez, pelatih tim nasional Qatar. Juru taktik asal Spanyol itu memoles tim nasional Qatar sejak 2006 atau 13 tahun lalu ketika ia melatih Aspire Academy, sebuah tim berisi talenta-talenta muda. Singkatnya, Federasi Sepak Bola Qatar bukan termasuk yang hobi gonta-ganti pelatih.

Seiring berjalannya waktu, Sanchez kemudian diberi tanggung jawab lebih besar, mulai dari tim nasional U-19, U-20, U-23, hingga tim senior. Masa kerja yang lama ini membuat Sanchez punya kedekatan emosional dengan para pemain. Tak heran, sejumlah pemain, salah satunya bek Bassam al-Rawi, menganggap Sanchez laksana ayahnya sendiri.

Kedekatan Sanchez dengan skuad tim Qatar itu pula yang membuatnya sukses memompa semangat Hassan al-Haydos dan kawan-kawan dalam sejumlah laga sengit.

Saat melawan Arab Saudi di fase grup dan Uni Emirat Arab di semifinal, tim Qatar diejek ribuan suporter di sepanjang laga gara-gara blokade politik. Namun, ketangguhan mental tim Qatar mampu mengatasi tekanan itu. Arab Saudi ditumbangkan 2-0, Uni Emirat Arab ditundukkan 4-0.

Di final, lagi-lagi Qatar juga bukan favorit, di hadapan Jepang yang langganan juara, dan tak pernah kalah selama berlaga di laga puncak Piala Asia. Toh, "Samurai Biru" takluk juga dengan skor 1-3.

Kemajuan Qatar tentu buah kesabaran federasi sepak bola negaranya dalam menciptakan tim nasional yang tangguh. Negara berpenduduk kurang dari 3 juta jiwa itu awalnya disangsikan kapasitasnya sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022. Maklum, mereka belum pernah jadi "macan" Asia.