Selasa, 5 Februari 2019, hari raya Imlek akan dirayakan. Hari raya Imlek telah ditetapkan sebagai hari libur nasional sejak tahun 2003.
Kemeriahan perayaan Imlek di sejumlah daerah mulai terasa, tetapi ada juga yang biasa saja. Kondisi itu bergantung pada daerah, rakyat, dan pemimpin daerah itu sendiri. Namun, sebagaimana terekam dalam pemberitaan, di beberapa kota, sebut saja Bogor, perayaan Imlek ataupun Cap Go Meh—lima belas hari setelah Imlek—mulai dipersoalkan kelompok masyarakat. Namun, Wali Kota Bogor Bima Arya teguh pada posisinya untuk tetap mempertahankan tradisi itu.
Bicara soal Imlek, hal itu tak bisa dilepaskan dari sosok presiden keempat Republik Indonesia, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Meskipun memerintah tidak terlalu lama, periode 1999-2001, Presiden Gus Dur telah memberikan warisan yang luar biasa. Warisan yang kian memperkokoh tonggak kebangsaan, tonggak persaudaraan, tonggak persatuan, dan tonggak kemanusiaan.
Gus Dur membolehkan barongsai dan liong tampil di ruang publik. Padahal, semasa Orde Baru, ruang gerak kesenian barongsai dan liong dibatasi. Tahun 2001, Presiden Gus Dur menetapkan Imlek sebagai hari libur fakultatif dan dibakukan sebagai hari libur nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.
Relevansi Imlek dan Gus Dur mendapatkan konteksnya dalam situasi politik tahun 2019. Setiap pemimpin diharapkan meninggalkan warisan yang berharga kepada bangsa ini. Seorang pemimpin akan dikenang bukan karena berapa lama dia memimpin, melainkan apa yang telah dan akan ditinggalkan kepada bangsa ini.
Presiden Gus Dur memberikan warisan yang berharga kepada bangsa. Gus Dur menempatkan manusia dan kemanusiaan begitu sentral dalam pemikiran politiknya. Presiden Gus Dur berani mengambil risiko politik demi dan untuk kemanusiaan itu sendiri.
Warisan Presiden Gus Dur harus terus dijaga dan bahkan dikembangkan. Dalam konteks kontestasi politik itulah kita berharap persaingan calon presiden Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tetaplah memikirkan keutuhan bangsa ke depan. Pemilu bukanlah perang yang harus menghancurkan sendi-sendi berbangsa dan bernegara.
Pemilu adalah ajang adu program, adu gagasan untuk sebuah bangsa Indonesia yang lebih baik. Eksistensi negara bangsa juga tak bisa hanya ditumpukan pada pemimpinnya. Mengutip Ernest Renan, semua elemen bangsa, termasuk keturunan Tionghoa, harus punya komitmen tetap hidup bersama sebagai warga bangsa.
Masalah bangsa yang begitu banyak, sebut saja kesenjangan sosial, kemiskinan, korupsi yang masih masif, membutuhkan peran serta warga bangsa untuk menyelesaikannya.
Semangat hidup bersama bukan hanya saat bangsa ini berjaya, melainkan juga ketika bangsa ini menghadapi sejumlah masalah. Pengorbanan sesama warga bangsa tetap dibutuhkan.
Selamat Imlek bagi yang merayakannya.
Kompas, 4 Februari 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar