Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 06 Februari 2019

Toba Bersih dari Keramba//Kemacetan di Kuta bisa Dikurangi (Surat Pembaca Kompas)


Toba Bersih dari Keramba

Sudah berkali-kali kita dengar bahwa pemerintah akan membersihkan keramba jaring apung (KJA) dari Danau Toba. Namun, janji tersebut hingga kini belum juga terpenuhi.

Para pencinta Danau Toba dan diasporanya di seluruh dunia sudah begitu lama menyuarakan agar danau ini dibebaskan dari KJA sebab tidak hanya berkontribusi mencemari, tetapi juga merusak estetika, orisinalitas, dan budaya leluhur bangsa Batak yang sangat menghargai danau ini sebagai sumber air bersih, mual na tio.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa pencemaran Danau Toba sudah sangat berbahaya. Terakhir, laporan studi tim Bank Dunia, yang diberitakan berbagai media, menyimpulkan bahwa kerusakan Danau Toba sudah sangat parah sebab airnya kotor.

Masih segar di ingatan, pada 2018, ikan di KJA mati secara massal dan mendadak. Ratusan ton ikan mengambang ke permukaan, menimbulkan bau menyengat. Kematian ikan itu diduga karena kandungan oksigen terlarut air berkurang dan kenaikan limbah pakan ke permukaan (Kompas, 24/8/2018). Ini kejadian berulang-ulang. Tentu kita tak ingin kejadian serupa kembali lagi.

Kebijakan pemerintah menetapkan kawasan Danau Toba (KDT) sebagai destinasi utama proyek perintis pengembangan pariwisata nasional sangat tepat. Bahkan, KDT diproyeksikan sebagai destinasi unggulan berkelas internasional.

Alasannya, KDT memiliki daya tarik kuat dan memikat yang berbasis potensi alam. Pembentukannya pernah menggetarkan bumi melalui peristiwa dahsyat meletusnya Gunung Toba purba 74.000 tahun lampau.

Pemerintah telah menetapkan KDT sebagai kawasan Geopark (Taman Bumi) Kaldera Toba nasional dan sedang menunggu ditetapkan menjadi bagian Geopark Global UNESCO, September 2019. Prasyarat utamanya adalah konservasi situs geologi, budaya, dan hayati di dalamnya, termasuk perairan Danau Toba itu sendiri.

Membiarkan danau ini dengan tingkat pencemaran tinggi seperti sekarang sama seperti menghadiahi jutaan anak cucu dengan masa depan lingkungan mematikan. Kita tak mau mimpi buruk ini terjadi.

Karmel Simatupang
Penggiat Geopark Kaldera Toba,
Medan, Sumatera Utara

Kemacetan di Kuta Bisa Dikurangi

Kami sekeluarga (besan, anak, menantu, dan cucu) sangat menikmati liburan di Bali pada akhir 2018, kecuali ketika terjebak macet di jalan-jalan Kuta, Legian, dan Seminyak.

Agak lancar sedikit ketika polisi lalu lintas Kepolisian Daerah Bali terjun mengatur lalu lintas pada hari-hari akhir tahun. Melihat dengan kacamata orang Jakarta, saya berpikir bahwa kemacetan lalu lintas di Kuta, Legian, dan Seminyak bisa dikurangi.

Simpul-simpul macet adalah simpang jalan—perempat- an ataupun pertigaan—yang tak ada lampu lalu lintasnya. Tak ada pula petugas.

Di setiap perempatan dan pertigaan yang tanpa pengaturan terlihat para pengendara mobil tak mau mengalah untuk bergiliran melintas. Akibatnya, macet parah.

Bahwa kehadiran polantas bisa mengurangi kemacetan, saya terpikir mengusulkan kepada Pemerintah Kabupaten Badung membentuk pecaturlantas (pecalang pengatur lalu lintas) beranggotakan para pecalang dari banjar sekitar Kuta, Legian, dan Seminyak.

Dengan diberikan pelatihan mengatur lalu lintas oleh Ditlantas Polda Bali, peran pecaturlantas akan sangat membantu mengurangi kemacetan lalu lintas di tempat-tempat rawan macet itu.

Para pecaturlantas tentu perlu diberi honor ketika membantu mengatur lalu lintas. Dana dari APBD Pemerintah Kabupaten Badung.

Semoga usul ini bisa dilaksanakan.

Gunawan Suryomurcito
Pondok Pinang, Kebayoran Lama,

Jakarta Selatan

Kompas, 6 Februari 2019

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger