Wacana dan tantangan terkait pengembangan ekonomi digital terus bergerak. Salah satunya adalah ekonomi baru ini meng- hapus banyak profesi lama.
Akan ada penghilangan lapangan kerja. Namun, seiring bertumbuhnya ekonomi digital juga muncul kebutuhan tenaga di bidang ini, tak saja dalam jumlah, tetapi juga jenis keahlian. Ada sumber daya manusia (SDM) yang surut, tetapi ada SDM berkeahlian baru yang meningkat kebutuhannya.
Harian ini, Senin (8/4/2019), membahas soal tersebut dan kemungkinan menarik diaspora—warga Indonesia yang tersebar di luar negeri—untuk kembali dan ikut berkiprah menguatkan pilar SDM ekonomi digital di Tanah Air.
Masalah ini harus kita hadapi. Seorang pendiri perusahaan media digital belum lama ini berbagi cerita, perusahaannya terpaksa mempekerjakan CTO (chief technology officer) dari negara tetangga karena di dalam negeri tak bisa lagi diperoleh sosok yang memenuhi kriterianya. Perusahaan harus membayar mahal karena tak ada pilihan lain.
Untuk menghadapi persaingan, perusahaan digital banyak berebut ahli pengodean (coding), sosok yang pintar membuat program aplikasi. Aplikasi baru dibutuhkan untuk menciptakan layanan baru, yang diharapkan bisa membuat perusahaan mempunyai keunggulan kompetitif dibandingkan dengan perusahaan sejenis.
Dalam situasi seperti itu, masuk akal jika ahli pengodean dan ahli teknologi informasi (TI) umumnya begitu dibutuhkan di pasar (in big demand). Bagaimana kemungkinan menarik ahli asal Indonesia yang sekarang bermukim di negeri orang?
Associate Director Michael Page Indonesia Imeiniar Chandra mengatakan, WNI pekerja profesional biasanya mau bekerja di Indonesia karena bisa lebih dekat dengan keluarga. Mereka juga memandang kondisi ekonomi Indonesia kian prospektif. Dengan latar belakang itu, perusahaan seperti Michael Page Indonesia mendapat order merekrut tenaga Indonesia profesional yang pernah bekerja di luar negeri.
Dari sisi kecenderungan WNI untuk kembali dan bekerja di Tanah Air mulai tampak kuat sejak 2016 seiring dengan bermunculannya usaha rintisan (start up). Hal senada juga disampaikan oleh Head of Talent Bukalapak Engelbertus Panggalo bahwa proses perekrutan diaspora Indonesia berjalan cepat. Sejak dimulai tahun 2016, kini sudah lebih dari 100 diaspora yang bekerja di Bukalapak. Perekrutan diaspora tidak dilakukan insidental, tetapi sistematik, melalui program seperti "Membangun Negeri" yang diluncurkan oleh Michael Page Indonesia. Dari sekitar 50 orang yang ikut, didapatkan sejumlah keahlian, yakni di bidang rekayasa, manufaktur, pemasaran, keuangan, dan teknologi digital.
Kita menyambut baik prakarsa perusahaan perekrutan SDM yang bisa berinovasi guna menutup kesenjangan antara perkembangan bisnis digital dan ketersediaan SDM-nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar