REUTERS/GORAN TOMASEVIC

Burung-burung merpati terbang di depan poster besar bergambar Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Bursa, Turki, Sabtu (6/4/2019). Kekalahan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) di kota-kota besar pada pemilu lokal, 31 Maret lalu, merupakan lampu kuning bagi masa depan AKP dan Erdogan.

Hasil pemilu lokal seolah menyadarkan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bahwa popularitas semata tidak cukup buat rakyat untuk tetap memilihnya.

Awal pekan lalu, dunia dikejutkan oleh kekalahan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) pimpinan Erdogan dalam perebutan kursi gubernur di sejumlah kota besar, seperti Istanbul, Ankara, Izmir, Antalya, dan Adana. Bahkan, kekalahan AKP di Istanbul dan Ankara itu merupakan yang pertama terjadi sejak AKP berkuasa pada 2002. Padahal, dua kota besar di Turki tersebut selama ini dikenal sebagai basis massa pendukung Erdogan dan AKP.

Erdogan pernah menjadi Wali Kota Istanbul sejak 27 Maret 1994 dan dalam beberapa tahun terakhir sempat disebut-sebut sebagai ikon warga Muslim dunia mengingat kedekatannya dengan dunia Islam. Sejak itu, Erdogan tak pernah lepas dari kursi kekuasaan. Ketika menjadi wali kota, prestasi yang tak pernah dilupakan warga adalah pengadaan air bersih, penertiban bangunan, dan menghapus prostitusi liar.

Pada 2001, Erdogan mendirikan partai AKP yang berhaluan Islam. Ia berhasil membawa partainya memenangi pemilu pada 2002 dengan meraih 34,1 persen. Presiden Turki Ahmet Necdet Sezer menunjuk Abdullah Gul menjadi PM, bukan Erdogan. Akan tetapi, posisi Erdogan terus menguat dan dilantik menjadi PM Turki pada 2003.

Erdoğgan terpilih menjadi Presiden Turki dengan meraih 52 persen suara pada pemilu Agustus 2014. Di saat menjabat presiden, Erdogğan menggelar referendum untuk mengubah sistem pemerintahan di bawah kendali presiden, termasuk kekuasaan kehakiman.

Erdogan lebih banyak bergerak ke kanan, lebih dekat dengan kelompok Islam daripada kelompok sekuler (militer) yang selama ini dikenal sebagai pengawal demokrasi. Bahkan, ketika ekonomi Turki memburuk, Erdogan meminta bantuan ke Qatar yang memberinya 15 miliar dollar AS. Padahal, Qatar dituduh Arab Saudi dan kawan-kawan membiayai teroris.

Ekonomi Turki terus memburuk, yang ditandai dengan inflasi dua digit sejak tahun 2017, dan pertumbuhan ekonomi hanya sekitar 2,8 persen pada 2018. Nilai tukar mata uang Turki, lira, ke dollar AS turun hampir 40 persen pada 2018. Lira kembali berada di bawah tekanan parah dalam beberapa pekan terakhir, karena kekhawatiran atas kebijakan moneter dan fiskal, seperti krisis mata uang tahun lalu.

Ekonomi Turki pada 2019 diperkirakan berkontraksi mengingat permintaan domestik lemah akibat inflasi tinggi, angka pengangguran naik dan melemahnya lira. Situasi ekonomi inilah yang membuat AKP babak belur pada pemilu lokal.