Tepatnya Rabu, 17 April 2019, Indonesia akan dicatat sejarah sebagai negara yang melaksanakan pemilu serentak secara langsung. Inilah eksperimen pertama bangsa Indonesia. Pemilu serentak kerap disebut sebagai pemilu lima kotak, memilih presiden, DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan DPD adalah pemilu yang kompleks.

KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA

Forum Perempuan Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Sumatera Barat menggelar aksi damai di kawasan Jalan Chatib Sulaiman, Kota Padang, Sumatera Barat, Minggu (24/2/2019). Aksi damai tersebut diselenggarakan dalam rangka mengajak masyarakat, terutama perempuan untuk tidak golput dan ikut memberikan hak suara pada Pemilihan Umum Calon Anggota Legislatif dan Presiden pada 17 April 2019 mendantang.

Dalam kenyataannya, pemilu serentak hanya terfokus pada pemilu presiden yang diikuti pasangan calon presiden-calon wakil presiden Joko Widodo-KH Mar'uf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Model pemilihan lain tenggelam dalam euforia pemilu presiden. Seorang calon anggota DPR mengatakan, pemilih di daerah pemilihannya hanya mengetahui bawa 17 April 2019 pemilihan presiden. Para pemilih tidak tahu bahwa ada empat suara lagi yang harus dicoblos. Ini amat memprihatinkan.

Kontestasi politik yang ditandai dengan serbuan berita bohong, saling cerca antara tim sukses, penghancuran karakter kandidat, serta situasi pemilu yang digambarkan bakal mencemaskan memunculkan kembali fenomena golput atau golongan putih. Kelompok ini menunjukkan sikap politiknya untuk tak memilih siapa pun, tidak pergi ke TPS, atau pergi ke TPS dan secara sadar membuat pilihannya rusak/tidak sah.

Bayangan golput ini harus diantisipasi kandidat, partai politik, dan KPU. Dalam sejarah pemilu pascareformasi, angka golput terus meningkat. Pada Pemilu 2019, KPU menargetkan tingkat partisipasi politik berada pada angka 77,5 persen. Target itu kita harapkan bisa dicapai. Semua pihak harus ikut mendorong agar warga negara Indonesia menggunakan hak pilihnya, memilih presiden dan anggota DPR 2019-2024.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Deretan banner sosilisasi Pemilu 2019 menghiasi Jalan Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta, Minggu (31/3/2019). Untuk pertama kali dalam sejarah di Indonesia, Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) akan diselenggarakan secara serentak pada hari yang sama yakni pada Rabu, 17 April 2019. Keputusan menyamakan jadwal pemilu ini diputuskan Mahkamah Konstitusi atas permohonan yang diajukan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu pada 23 Januari 2014.

Kita berharap KPU bekerja profesional menyelenggarakan pemilu. Badan Pengawas Pemilu harus aktif mengawasi setiap tahapan pemilu dan menindak jika ada pelanggaran. Kita mendorong partisipasi masyarakat sipil ikut mengawal pemilu. Namun, yang harus disadari bahwa otoritas untuk mengumumkan hasil pemilu ada di KPU, kendati pun sejumlah lembaga melakukan penghitungan cepat.

Aparat TNI dan Polri serta aparatur sipil negara harus netral. Ketiga lembaga itu tak perlu terjebak dalam upaya mendukung calon karena berpotensi memengaruhi kualitas pemilu. Apa pun, proses pemilu di Indonesia akan dipantau sejumlah pemantau asing dan kualitas demokrasi Indonesia juga akan dinilai masyarakat internasional.

Membaca suasana kampanye terbuka, kita menangkap gairah partisipasi politik yang tinggi. Di sejumlah daerah, lapangan kampanye penuh didatangi pengunjung. Namun, tak ada artinya deklarasi dan mendatangi lapangan kampanye, tetapi tidak hadir ke TPS pada 17 April 2019.

Khusus bagi umat Kristiani, momen pemilu berbarengan dengan pelaksanaan Tri Hari Suci Paskah dari Kamis Putih hingga Sabtu Paskah. Sebuah langkah bijaksana ketika umat menggunakan hak pilihnya lebih dahulu sebelum melaksanakan ritual keagamaan.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO