Presiden Aljazair Abdelaziz Bouteflika (82) mengundurkan diri dari kursi kepresidenan dan pencalonan menyusul tekanan dari demonstran dan tentara.
Presiden yang sakit, lumpuh, dan tak pernah berbicara di depan rakyatnya beberapa tahun terakhir ini mengundurkan diri Selasa (2/4/2019).
Pernyataannya dibuat setelah kepala staf tentara Aljazair meminta proses pemakzulan dilakukan terhadap Bouteflika.
Kepala staf tentara Jenderal Ahmed Gaid Salah menyerukan, "Penerapan segera prosedur konstitusional untuk mengeluarkan kepala negara dari kekuasaan." Pernyataan ini dikeluarkan menyusul pengumuman bahwa Buoteflika akan mundur pada akhir masa jabatannya, 28 April nanti.
"Saya mendapat kehormatan untuk secara resmi memberi tahu keputusan saya mengakhiri masa jabatan sebagai Presiden Republik mulai hari ini, Selasa," kata kantor berita resmi Aljazair, APS, mengutip surat pengunduran diri Bouteflika.
"Keputusan saya ini agar memungkinkan kawan-kawan dapat membawa Aljazair menuju masa depan yang lebih baik yang mereka cita-citakan," tambahnya.
Pengunduran Bouteflika membawa Aljazair memasuki era baru. Sesuai konstitusi Aljazair, jika presiden meninggal atau mengundurkan diri, Ketua Majelis Tinggi Abdelkader Bensalah menjadi pejabat presiden dan harus menggelar pemilu presiden selambat-lambatnya dalam waktu 90 hari.
Pengunduran diri Bouteflika disambut demo besar-besaran oleh warga Aljazair. Mereka menginginkan perubahan drastis elite politik Aljazair, yang dipandang korup dan tertutup. Padahal, penjabat presiden yang ditugaskan menggelar pemilu, Bensalah, adalah sahabat dekat Bouteflika.
Gaid Salah menegaskan, satu-satunya ambisi tentara adalah melindungi warga dari segelintir orang yang mengambil alih kekayaan rakyat Aljazair. Ketegasan Salah ini sebagai respons resmi tentara sejak demo besar-besaran di hampir seluruh wilayah Aljazair dimulai sejak Februari lalu.
Jurnalis dan ilmuwan politik di ibu kota Aljazair, Algiers, Hamza Zait, mengatakan, pengunjuk rasa untuk sementara puas dengan kepergian Bouteflika. "Ada yang mengatakan ini kemenangan, tetapi juga yang bilang ini tidak cukup. Sistem tidak dapat berubah dalam seminggu. Butuh waktu berbilang tahun untuk sebuah perubahan nyata," katanya.
Departemen Luar Negeri AS menyatakan, masa depan Aljazair kini berada di tangan warganya. "Pertanyaan tentang bagaimana transisi akan berjalan di Aljazair, rakyatlah yang memutuskan," kata juru bicara Deplu AS, Robert Palladino.
Menlu Perancis Jean-Yves Le Drian menambahkan, "Kami sangat yakin pada kemampuan seluruh warga Aljazair untuk melanjutkan transisi demokrasi ini dengan tenang dan bertanggung jawab."
Dalam beberapa hal, perubahan elite nasional Aljazair mirip dengan Indonesia. Warga Aljazair melihat kegagalan dan keberhasilan Indonesia menerapkan demokrasi, yang sampai sekarang belum sepenuhnya matang.
Kompas, 4 April 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar