Teknologi Versus Koruptor
Menarik membaca artikel Yanuar Nugroho, "Melawan Korupsi dengan Teknologi", di Kompas (18/3/2019). Tulisan itu pada dasarnya merupakan kuasi-laporan kegiatan kerja pemerintahan Jokowi, khususnya terkait upaya pemberantasan korupsi secara holistik dengan menggunakan teknologi.
Aplikasi teknologi itu antara lain "akan dioptimalkan untuk penguatan sistem pencegahan jual-beli jabatan". Sementara itu, dalam edisi Kompas bertanggal sama ditampilkan berita "Praktik Jual Beli Jabatan Diduga Masif". Sejauh mana aplikasi teknologi terkait pencegahan jual-beli jabatan sudah diujicobakan di instansi pemerintah? Sekiranya aplikasi itu akan dioperasikan, sejauh mana keefektifannya dapat dibuktikan?
Sayang, aplikasi itu mungkin belum diterapkan pada kementerian yang bermasalah sehingga jual-beli jabatan akhirnya terungkap dalam OTT KPK pada 16 Maret 2019. Fakta itu menjadi peringatan bagi penyusun program (perangkat lunak) teknologi informasi untuk meningkatkan kecanggihan prosedural sehingga rencana jahat jual- beli jabatan sudah dapat dideteksi dan dicegah sejak awal.
Benar sekali, kata Yanuar, para pelaku korupsi akan terus mencari celah di tengah inisiatif kebijakan dan regulasi pemerintah. Para pemrogram harus semakin jeli, kreatif, dan antisipatif menutup semua kemungkinan celah yang dapat dimanfaatkan pencoleng bangsa dan negara di semua aplikasi teknologi terkait totalitas layanan internal dan publik mesin pemerintahan.
Wim K Liyono
Kebon Jeruk, Jakarta Barat
Surat Keterangan Bebas Narkoba
Dalam setiap penerimaan pegawai lembaga atau instansi pemerintah selalu diminta surat keterangan bebas narkotika dan obat-obat terlarang dari rumah sakit pemerintah. Maksudnya bagus: mendapatkan pegawai yang bersih dan bebas dari penyalahgunaan narkoba.
Di sisi lain, hal ini cukup memberatkan para pencari kerja sebab untuk mendapat surat keterangan tersebut, termasuk di dalamnya surat keterangan sehat dari dokter, biaya cukup mahal: sekitar Rp 500.000 dan masa berlakunya hanya tiga bulan.
Anak kami sudah tiga kali mengirim surat lamaran kerja dengan melampirkan surat keterangan bebas narkoba. Ketiga surat lamaran itu berakhir tanpa kabar berita apakah bisa mengikuti proses seleksi selanjutnya atau tidak.
Untuk itu, saya usulkan agar syarat melampirkan surat keterangan bebas narkotika dan obat-obatan terlarang disampaikan apabila pelamar telah lulus seleksi. Surat lamaran cukup dilampiri daftar riwayat hidup, fotokopi ijazah terakhir, surat keterangan catatan kepolisian, dan surat pernyataan kesanggupan menyampaikan surat keterangan bebas narkoba di atas meterai apabila sudah diterima. Cara ini amat membantu pencari kerja.
Slamet
Jalan Arun, Ujung Menteng,
Cakung, Jakarta Timur
Balak Hutan Sepi Tindakan Hukum
Kompas kerap memuat foto pembalakan hutan berupa "rakit" sepanjang ratusan meter kayu gelondongan yang dialirkan lewat sungai-sungai di Sumatera, Kalimantan, dan pulau lain. Saya heran, kok bisa pohon ditebang dengan chainsaw yang suaranya membahana, tetapi aparatur negara di desa—termasuk babinsa—atau kecamatan dan kabupaten tidak mendengar perusakan hutan itu.
Apa artinya kita ikut tanda tangani REDD jika pembalakan liar di depan hidung didiamkan? Atau, itu kolusi gaya baru: merusak hutan dulu nanti bisa diatur? Jika pembeli kayu liar itu berada di Jawa, kenapa perusahaan-perusahaan itu tak diusut tuntas? Kayu merbau dari Papua yang disita, kok tak ada kabar beritanya?
Suyadi Prawirosentono
Selakopi Pasir Mulya,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar