Faktor pemicunya, antara lain, meningkatnya jumlah masyarakat berpenghasilan menengah, berkembangnya internet yang sangat berperan mendorong tumbuhnya tempat wisata baru, dan tren tiket murah penerbangan yang ikut meramaikan industri pariwisata.
Menurut riset World Travel and Tourism Council (WTTC) di 185 negara, PDB pariwisata menyumbang 10,4 persen dari total PDB dunia, yaitu 8 triliun dollar AS. Pertumbuhan PDB pariwisata naik 3,9 persen pada 2018, menempatkannya di posisi kedua penyumbang PDB terbesar setelah manufaktur yang 4,0 persen. Dengan pertumbuhan 3,9 persen ini, sektor pariwisata tumbuh di atas rata-rata PDB dunia yang hanya 3,2 persen. AS, China, Jepang, Jerman, dan Inggris adalah lima pasar terbesar pada 2018. Secara kolektif, kelimanya merepresentasikan 47 persen PDB pariwisata dunia.
Indonesia juga mengalami pertumbuhan sangat pesat pariwisata, yakni 22 persen, lebih tinggi ketimbang rata-rata pertumbuhan pariwisata dunia dan ASEAN yang 6,4 dan 7 persen.
Memang jika dibandingkan dengan Thailand yang lebih dulu bergerak cepat beberapa dekade yang lalu, Indonesia masih belum apa-apa. PDB pariwisata Indonesia tahun 2018 sebesar 58 miliar dollar AS, sementara Thailand 95 miliar dollar AS. Devisa yang disumbangkan pariwisata untuk Indonesia sekitar 17,5 miliar dollar AS dan Thailand 62 miliar dollar AS.
Indonesia dengan potensi alam dan budaya sangat beragam, bahkan bisa dibilang salah satu yang terbaik di dunia seharusnya mampu meraih devisa pariwisata dua kali lipat dari Thailand, atau setidaknya menyamai Thailand.
Presiden Jokowi telah menetapkan pariwisata sebagai leading sector. Komitmen Presiden terhadap sektor pariwisata dituangkan pada visi 2019-2024. Dalam debat capres, Jokowi mengatakan akan melanjutkan pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK) pariwisata di sejumlah daerah sehingga diharapkan akan berimbas pada ekonomi daerah melalui peningkatan produksi barang kerajinan daerah itu.
Sumber baru devisa dan investasi
Sejalan dengan itu, Menteri Pariwisata telah memiliki strategi untuk membangun 100 KEK pariwisata. Pembangunan akan mencontoh kesuksesan Nusa Dua, Bali, sebagai lokomotif pariwisata di Bali dan Indonesia. KEK pariwisata direncanakan jadi solusi terbaik dalam mengembangkan perekonomian daerah. Melalui KEK, investasi di pariwisata akan lebih menarik karena adanya berbagai kemudahan, seperti perizinan, insentif fiskal, sistem pelayanan terpadu satu pintu (PTSP), serta dukungan pembangunan infrastruktur.
Insentif atau fasilitas dan kemudahan untuk investor berupa pengurangan PPh, pengurangan biaya PPn dan PPnBM, keringanan bea masuk kepabeanan, dapat memiliki izin tinggal dalam bentuk hunian atau properti di KEK, pengurangan Pajak Pembangunan I dan Pajak Hiburan, kemudahan pengesahan dan perpanjangan rencana kerja asing di KEK, kemudahan perpanjangan izin tinggal untuk negara asing, pemberian HGB untuk KEK yang diusulkan badan usaha swasta dan kemudahan perpanjangannya, serta kemudahan mendapatkan izin prinsip dan izin usaha melalui PTSP.
KEK industri pariwisata adalah kawasan industri pariwisata yang sekurang-kurangnya terdiri atas enam jenis usaha pariwisata: (i) jasa makanan dan minuman; (ii) daya tarik wisata alam, budaya, dan buatan; (iii) penyediaan akomodasi; (iv) penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi; (v) penyelenggaraan pertemuan, perjalanan, insentif, konferensi dan pameran; dan (vi) spa; yang seluruhnya saling terkait dan terintegrasi sebagai tujuan wisata. Pengembangan KEK pariwisata harus diikuti pembangunan sejumlah infrastruktur yang tak hanya berfokus di satu pulau saja, tetapi juga di pulau-pulau lain sehingga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi baru di luar Pulau Jawa.
Dengan 34 provinsi yang ada, Indonesia sangat berpotensi membangun KEK dalam jumlah banyak. Pada tahap awal, KEK pariwisata akan dibangun di tujuan wisata yang termasuk dalam 10 Bali baru. Pengembangan 10 Bali Baru perlu dana Rp 500 triliun. Dari jumlah ini, 32 persen atau Rp 170 triliun ditargetkan dari investasi pemerintah dan 78 persen atau Rp 330 triliun dari investasi swasta (PMDN dan PMA).
Hingga saat ini, sudah ada empat KEK pariwisata di area 10 Bali baru, yaitu KEK Pariwisata Tanjung Lesung seluas 1.500 ha dan total investasi 4 miliar dollar AS, KEK Pariwisata Mandalika seluas 1.175 ha dan investasi 3 miliar dollar AS, KEK Pariwisata Morotai seluas 300 ha dan investasi 2,9 miliar dollar AS, dan KEK Pariwisata Tanjung Kelayang Belitung seluas 324 ha dan investasi 1,4 miliar dollar AS.
Penandatanganan komitmen investasi telah dilakukan untuk KEK Mandalika senilai Rp 28,63 triliun dan Kawasan Pariwisata Badan Otorita Danau Toba senilai Rp 6,1 triliun.
Selain keempat KEK tersebut, saat ini sedang diproses 12 KEK berikutnya. Tiga sudah dalam proses penetapan, yaitu KEK Pariwisata Tanjung Gunung, Sungai Liat, dan Singosari. Sementara sembilan lainnya masih dalam proses pengusulan dan diharapkan sudah ditetapkan dalam waktu dekat.
Dengan mulai siapnya KEK pariwisata pada 2019, ke depan diharapkan akan terjadi lagi pertumbuhan double digit investasi pariwisata. Pembangunan KEK pariwisata ini akan mampu menarik devisa melalui dua cara: dari devisa yang dibawa wisatawan mancanegara, dan dari investasi asing (PMA).
Realisasi investasi pariwisata pada 2018 mencapai 1.608,65 juta dollar AS, meliputi 40,76 persen (655,70 juta dollar AS) dari PMDN dan 59,24 persen (952,95 juta dollar AS) dari PMA. Realisasi investasi sektor pariwisata menyumbang 2,90 persen terhadap total realisasi investasi di Indonesia pada 2018, di luar migas, perbankan, lembaga keuangan nonbank, asuransi, sewa guna usaha, dan industri rumah tangga.
Selain devisa, pembangunan KEK juga membuka lapangan kerja bagi masyarakat setempat. Pada 2018 telah direalisasikan 2.668 proyek dari PMA dan 586 proyek dari PMDN. Proyek-proyek ini mampu menyedot 8.424 tenaga kerja pada proyek PMDN dan 19.574 pada proyek PMA.
Menteri Pariwisata juga telah mengusulkan sektor pariwisata sebagai core economy Indonesia. Untuk itu, pada 2020 pariwisata akan menjadi sektor prioritas utama untuk perolehan devisa. Caranya, dengan mendatangkan 20 juta wisatawan mancanegara. Untuk mencapainya, Kementerian Pariwisata pada 2018 telah menetapkan 10 program prioritas, yaitu (i) Digital Tourism (E-Tourism), (ii) Homestay, (iii) Air Accessibility, (iv) Branding, (v) Top 10 Origination, (vi) Top 3 Main Destination (15 Destination Branding), (vii) Develop 10 New Priority Tourism Destinations, (viii) Certified Human Resources in Tourism & Tourism Awareness Movement, (ix) Tourism Investment Growth, dan (x) Crisis Center Management.
"Country branding"
Sektor pariwisata juga dikenal sebagai mother industry karena bisa menjadi humas (public relations) dan cara promosi paling efektif (country branding) suatu negara. Citra suatu negara dapat tergambar dari industri pariwisatanya. Industri pariwisata yang baik akan memberikan kesan positif bagi negara. Sudah terbukti di banyak negara yang menjadikan sektor pariwisata sebagai ujung tombaknya, kemajuan sektor pariwisata akan menjadi lokomotif untuk menarik maju sektor-sektor lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar