Jelas sekali Chairil Anwar ingin mengubah pola persajakan dan kebiasaan para pujangga sebelumnya seperti Angkatan Balai Pustaka dan Pujangga Baru yang sangat gemar menggunakan kata-kata klise. Dalam sajak "Penghidupan" yang begitu pendek, ia sengaja menyempatkan menyelang-seling kata-kata klise dengan kata-kata dan bentuk yang justru baru atau belum dikenal.

Lautan maha dalam/mukul dentur selama/nguji tenaga pematang kita

mukul dentur selama/hingga hancur remuk redam/

Kurnia Bahagia/kecil setumpuk/sia-sia dilindung, sia-sia dipupuk.

Dengan demikian Chairil ingin mukul dentur kata-kata klise itu hingga hancur remuk redam selama-lamanya. Muncullah kata-kata baru yang segar sebagaimana yang telah dilakukannya dengan berbagai eksperimen dan inovasi.

Chairil memang tampak tak menyembunyikan kebosanannya terhadap kata-kata usang yang selalu dipakai para penyair pendahulunya yang itu-itu sajaseperti yang ia sebut dalam sajak "Kenangan".

Ada satu kata yang tampak istimewa:mereksmi. Kata itu sepintas diambil dari perbendaharaan kitab Hindu, tetapi Chairil tak pernah menampakkan indikasi ke arah itu. Isi sajak "Kenangan"   tampak mengarah ke ketidaksenangan terhadap dunia lama itu.

Kadang/Di antara jeriji itu-itu saja/Mereksmi memberi warna/Benda usang dilupa/Ah! Tercebar rasanya diri/Membubung tinggi atas kini/Sejenak/Saja. Halus rapuh ini jalinan kenang/Hancur hilang belum dipegang/Terhentak/Kembali di itu-itu saja/Jiwa bertanya: Dari buah/Hidup kan banyakan jatuh ke tanah?/Menyelubung nyesak penyesalan pernah menyia-nyia

19 April  1943

Apa yang dimaksud Chairil dengan jeriji itu-itu saja sehingga membosankannya? Padahal, di lain pihak mereksmi begitumemberi warna terhadap benda usangyang sudah dilupa.

Di Medan, sekitar tahun 1930-1950-an, pernah hidup berbagai "bahasa rahasia" di kalangan para pemuda. HB Jassin dalam bukunya, Analisa, ketika mengulas sebuah cerita pendek mengakui adanya "bahasa rahasia" ini dan banyak hidup di berbagai tempat di daerah.

Ia menyayangkan berbagai "bahasa rahasia" itu kurang dipelihara sehingga dikhawatirkannya akan musnah. Tentu Chairil, ketika masih berada di Medan,  mengetahui adanya berbagai "bahasa rahasia" ini.  Dan kata yang sebiji ini,mereksmi, adalah salah satu kata dari "bahasa rahasia" itu. Artinya 'mereka'. Sebagai penyair, Chairil tidak mengikuti ragam yang sudah ada, misalnya menuliskannya menjadi merverkan ataumerekse, "bahasa rahasia" di Medan itu, tapi mereksmi.