Keputusan tersebut diambil dalam rapat koordinasi antara Kementerian Sosial dan Perum Bulog pada Kamis lalu. Dengan memberikan hak penuh untuk mengelola pasokan pangan dan memasok 100 persen beras untuk program bantuan pangan nontunai (BPNT), Bulog punya jalan keluar untuk menyalurkan cadangan berasnya.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Pekerja menata karung beras yang berada di dalam Gudang Bulog Mangkang, Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (27/6/2019).

Jalan keluar yang diambil pemerintah memperlihatkan perlunya kembali mendefinisikan tujuan keberadaan Bulog. Melalui Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2016 tentang Penugasan kepada Perum Bulog dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional, pemerintah menugaskan Bulog menjaga ketersediaan dan stabilisasi harga pangan pada tingkat konsumen dan produsen untuk beras, jagung, dan kedelai.

Tugas lain Bulog, mengamankan harga pangan di tingkat produsen dan konsumen, mengelola cadangan pangan pemerintah, menyediakan dan mendistribusikan pangan, jika diperlukan melakukan impor, mengembangkan industri berbasis pangan, serta mengembangkan pergudangan pangan.

Harus diakui, Bulog belum dapat menjalankan fungsi tersebut sepenuhnya. Bulog pada awalnya lebih berorientasi pada konsumen, yaitu menyediakan pangan (beras) murah. Saat itu, Indonesia masih kekurangan produksi beras sehingga impor menjadi jalan keluar. Infrastruktur yang dibangun mengikuti kebutuhan tersebut. Pergudangan ada di dekat pelabuhan dan kota. Ketika Indonesia berhasil swasembada beras pada pertengahan 1980-an, pemerintah melengkapi Bulog dengan lantai jemur gabah dan penggilingan padi.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Petugas saat mengecek kondisi beras di Gudang Bulog Divre Jatim Subdivre Surabaya Utara Banjar Kemantren II, Sidoarjo, Rabu (26/6/2019).

Kebijakan stabilisasi harga dan menjaga ketersediaan pangan tak sepenuhnya berhasil karena tidak mengikuti tuntutan perubahan zaman. Penyimpanan, misalnya, dapat berbentuk gabah kering giling di dalam silo, seperti di Thailand dan China. Kebijakan harga beras belum sepenuhnya memberikan insentif kepada petani berproduksi, sedangkan bagi sebagian konsumen harga belum terjangkau. Ketika Bulog masih ditugasi menyalurkan beras untuk rakyat miskin (raskin) juga hasilnya tidak memadai untuk membiayai operasional Bulog. Apalagi kemudian pemerintah mengubah menjadi beras sejahtera (rastra).

Peran Bulog sebagai stabilisator masih diperlukan, tetapi harus mengikuti perubahan zaman. Saat ini, perdagangan global dan dalam negeri berubah, iklim juga berubah. Kebutuhan masyarakat pun berubah: ada yang kelebihan dan kekurangan gizi, ada ibu hamil mengalami anemia, ada anak balita menderita tengkes, serta bencana alam rutin terjadi.