Sportivitas menjadi mantra yang dijunjung amat tinggi dalam semua jenis olahraga, baik permainan, pertandingan, maupun pertarungan. Tanpa sportivitas, seseorang sulit menggapai prestasi terbaik, yang menuntut kerja keras dan kedisiplinan tinggi. Di sisi lain, tugas utama Menpora adalah memajukan olahraga prestasi di negara ini.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi hendak memberi keterangan kepada wartawan terkait penetapan dirinya sebagai tersangka oleh KPK di depan rumah dinasnya, Kompleks Widya Chandra, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2019). Imam menjadi tersangka dalam kasus penyaluran dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia melalui Kemenpora tahun anggaran 2018.

Memang, praktik suap bukan sesuatu yang baru di dunia olahraga, dan tak hanya di Indonesia. Yang cukup fenomenal terjadi di dunia sepak bola Italia tahun 2006, yakni calciopoli alias pengaturan skor pertandingan.

Dalam kasus Imam, benar apa yang dikatakan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata bahwa praktik suap dan ketidakpatuhan pelaporan penerimaan gratifikasi oleh penyelenggara negara sangat mengganggu upaya pemerintah dalam mencapai tujuannya. "Anggaran yang seharusnya digunakan untuk memajukan prestasi atlet dan meningkatkan kapasitas pemuda Indonesia malah dikorupsi," kata Marwata, Rabu (18/9/2019), saat mengumumkan Imam sebagai tersangka. Imam disangka menerima suap Rp 26,5 miliar.

Jika dicermati lebih detail, pemerintah tak punya dana cukup untuk membiayai semua cabang prestasi sehingga sumbangan swasta juga diperlukan. Polanya berubah-ubah. Di masa Orde Baru, tanggung jawab pembinaan itu di tangan Menpora, KONI, dan pengurus besar cabang olahraga.

Di era reformasi, selain ketiga institusi itu, muncul Komite Olimpiade Indonesia yang ikut bertanggung jawab atas prestasi olahraga dan Satlak Prima (Program Indonesia Emas) yang bertugas khusus menangani atlet berprestasi. Satlak Prima membuat pembinaan prestasi lebih terarah, tetapi pengelolaan dana olahraga dari pemerintah masih terabaikan.

KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH

Menpora Imam Nahrawi salam penghormatan seusai memberikan keterangan pers kepada awak media di Kemenpora, Jakarta, Kamis (19/9/2019) atau sehari setelah dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus dugaan suap dari Kemenpora ke KONI Pusat. Dalam keterangan tersebut, Imam juga menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya untuk fokus menjalani proses hukum yang akan dihadapinya. Sejauh ini, pengganti Imam belum ditentukan dan menanti keputusan dari Presiden Joko Widodo.

Di negara berkembang seperti Indonesia, prestasi olahraga sangat bergantung pada dana pemerintah. Jika pemerintah gagal mengelola anggaran tersebut, otomatis prestasi olahraga ikut terpuruk. "Persentase pengaruh anggaran terhadap prestasi di negara berkembang, seperti Indonesia, mencapai 70 persen," kata Djoko Pekik Irianto, pengamat olahraga.

Sesuai UU No 3/2005, pengurus besar cabang olahraga tidak menerima dana langsung lewat APBN. Untuk mendapat dana, pengurus membuat proposal kegiatan seperti kejuaraan nasional atau pemusatan latihan di dalam atau luar negeri. Di sinilah titik rawannya. Dalam kasus Imam, total dana hibah untuk KONI yang disetujui Kemenpora pada 2018 Rp 47,9 miliar. Pada prosesnya, dugaan suap ini terjadi.

Aturan turunan dari UU No 3/2005, seperti PP No 16/2007, 17/2007, dan 18/2007, belum jelas mengatur dana bagi cabang olahraga dan bagaimana dana itu dikelola. PP No 18/2007 tentang Pendanaan Keolahragaan yang terdiri atas 14 pasal tidak rinci menyebutkan tata kelola dana dari pemerintah. Perlu dipikirkan bersama agar korupsi di dunia olahraga dapat dihindarkan demi prestasi yang lebih tinggi.

KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH